Jumat 19 Feb 2021 15:52 WIB

Kunjungi Pabrik Pfizer, Biden Minta Lebih Banyak Vaksin

Saat ini, baru kurang dari 15 persen penduduk AS yang telah divaksin.

 Es kering dituangkan ke dalam kotak berisi vaksin Pfizer-BioNTech COVID-19 yang disiapkan untuk dikirim di pabrik manufaktur Pfizer Global Supply Kalamazoo di Portage, Mich., Minggu, 13 Desember 2020.
Foto: AP Photo/Morry Gash
Es kering dituangkan ke dalam kotak berisi vaksin Pfizer-BioNTech COVID-19 yang disiapkan untuk dikirim di pabrik manufaktur Pfizer Global Supply Kalamazoo di Portage, Mich., Minggu, 13 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Joe Biden menuju ke Kalamazoo, Michigan, pada Jumat (19/2) untuk mengunjungi pabrik Pfizer Inc yang memproduksi vaksin Covid-19. Kedatangannya sekaligus menyuarakan keinginan pemerintah negara bagian terkait pasokan vaksin.

Biden mengunjungi lokasi manufaktur terbesar Pfizer dan satu-satunya fasilitas perusahaan itu di AS yang membuat vaksin Covid-19, pada saat baru kurang dari 15 persen penduduk AS yang sudah divaksin.

Baca Juga

AS telah meluncurkan program vaksinasi yang ambisius dalam beberapa pekan terakhir, dengan menyediakan tempat-tempat luas yang mampu menyuntikkan ribuan vaksin setiap hari, juga penyuntikan di rumah sakit dan apotek. Tetapi, para pejabat meminta lebih banyak dosis vaksin disediakan bagi masyarakat.

Pemerintahan Biden berusaha keras meningkatkan jumlah dosis yang dikirimnya ke negara bagian, kota, dan apotek setiap pekan. Namun, Dr Anthony Fauci, penasihat utama Biden untuk bidang medis, mengatakan permintaan jauh melebihi pasokan saat ini.

Gedung Putih mengatakan, pada awal Februari mereka menggunakan Undang-Undang Produksi Pertahanan untuk membantu Pfizer mendapatkan peralatan tambahan dengan cepat sehingga dapat terus meningkatkan produksi. Biden diperkirakan membahas inisiatif itu, yang menurut para pejabat mulai memberi dividen, dengan eksekutif Pfizer selama kunjungannya.

Pfizer belum mengirimkan ke Uni Eropa sekitar 10 juta dosis vaksin Covid-19 yang akan jatuh tempo pada Desember, kata pejabat Uni Eropa kepada Reuters.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement