Kamis 18 Feb 2021 16:39 WIB

Kementerian PPPA Ingatkan Dampak Negatif Nikah Muda

22 provinsi memiliki angka perkawinan anak di atas rata-rata angka nasional.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin (paling kanan), dan Kepala Bapermas Kota Solo Widi Srihanto (tengah) melakukan konferensi pers Rakor Percepatan Kota Layak Anak 128 Kabupaten/Kota di Hotel Alila, Solo, Senin (15/10).
Foto: Republika/Binti sholikah
Deputi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin (paling kanan), dan Kepala Bapermas Kota Solo Widi Srihanto (tengah) melakukan konferensi pers Rakor Percepatan Kota Layak Anak 128 Kabupaten/Kota di Hotel Alila, Solo, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny N Rosalin memantau, perkawinan anak tetap menjadi permasalahan serius di Indonesia di masa pandemi Covid-19. Apalagi, muncul ajakan perempuan menikah di usia 12-21 tahun oleh Aisha Weddings baru-baru ini.

Lenny menyampaikan, perkawinan anak memiliki berbagai dampak negatif yang merugikan anak, keluarga dan negara. Di antaranya, meningkatnya angka anak putus sekolah akibat menikah, tingginya angka stunting, angka kematian bayi, angka kematian ibu, meningkatnya pekerja anak.

"Dampak negatif dari perkawinan anak inilah yang perlu terus-menerus kita sampaikan kepada masyarakat, baik kepada keluarga, anak, maupun semua pihak terkait," kata Lenny pada wartawan, Kamis (18/2).

 

 

 

photo
Ilustrasi Pernikahan Dini - (Pixabay)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement