Rabu 17 Feb 2021 17:08 WIB

Kremasi Paksa Jenazah Covid-19 Muslim Berlanjut di Sri Lanka

Sri Lanka nyatanya terus dilaporkan melakukan kremasi secara paksa pada umat Muslim.

Rep: Zainur mahsir Ramadhan/ Red: Esthi Maharani
Seorang pria memegang plakat bertuliskan mengapa presiden takut pada menteri kehakiman saat protes oleh biksu Buddha Sri Lanka yang pro-pemerintah di luar kantor presiden meminta pemerintah untuk tidak meninjau kebijakan wajib kremasi bagi korban COVID-19 Muslim, di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 28 Desember 2020.
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Seorang pria memegang plakat bertuliskan mengapa presiden takut pada menteri kehakiman saat protes oleh biksu Buddha Sri Lanka yang pro-pemerintah di luar kantor presiden meminta pemerintah untuk tidak meninjau kebijakan wajib kremasi bagi korban COVID-19 Muslim, di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 28 Desember 2020.

IHRAM.CO.ID, KOLOMBO — Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa pekan lalu baru saja mengumumkan, akan menghentikan kremasi paksa terhadap korban meninggal karena Covid-19. Namun demikian, pemerintah Sri Lanka nyatanya terus dilaporkan melakukan kremasi secara paksa pada umat Muslim.

Mengutip laporan Human Rights Watch Rabu (17/2), pemerintah Sri Lanka diketahui langsung mengakhiri janjinya sehari setelah pengumuman PM Mahindra pada Kamis (11/2) lalu. Pengingkaran itu, terbukti dengan perlakuan kremasi terhadap aktivis sosial Mohamed Kamaldeen Mohamed Sameem di Anamaduwa.

Menurut pernyataan teman sesama aktivisnya, pemerintah sempat berdalih jika Sameem awalnya melakukan bunuh diri. Namun demikian, pemerintah merevisi penyebab kematiannya menjadi Covid-19 dan langsung mengkremasinya secara tergesa-gesa.

Lebih jauh, dalam kasus lain, keluarga fisioterapis berusia 26 tahun yang dilaporkan meninggal mendadak dalam tidurnya juga telah meminta Pengadilan Banding. Hal itu, dilakukan untuk mencegah kremasi setelah otoritas rumah sakit mengumumkan dia meninggal karena Covid-19.

Sejauh ini, kebijakan kremasi pada korban Covid-19 Sri Lanka memang telah menyebabkan tekanan berat bagi umat Islam setempat sejak diterapkan pada Maret 2020. Pemerintah memiliki dalih tanpa dasar medis apapun, jika penguburan sesuai dengan tradisi Islam bisa menimbulkan risiko kesehatan masyarakat.

Padahal, pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jelas menegaskan bahwa tidak ada pembenaran medis untuk mendesak kremasi. Upaya pemerintah Sri Lanka Ini juga telah dikecam oleh para ahli hak asasi PBB, dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Sebelumnya, Pada Maret tahun lalu, Kementerian Kesehatan Sri Lanka menyebut penguburan para korban infeksi Covid-19 bisa memicu penyebaran virus di dalam tanah. Sehingga, semua jenazah korban wabah itu akan dikremasi tanpa memandang agama dan etnis mereka.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan bahwa kremasi adalah "masalah pilihan budaya" dari setiap masyarakat. "Ini adalah mitos umum bahwa orang yang meninggal karena penyakit menular harus dikremasi, tetapi ini tidak benar," ungkap WHO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement