Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Republika
***
Tengah malam, aku tiba di penginapan di Lhokseumawe yang hampir seminggu aku tinggalkan. Aku, Buyung, dan beberapa fotografer berbagi kisah. Aku menanyakan keberadaan Husni, tak satu pun mengetahui. Mereka bercerita, bagaimana suasana hubungan semakin tak kondusif dengan rekan-rekan wartawan yang bermarkas di Koops TNI.
Bahkan, informasi yang cukup tidak berperikemanusiaan, ada oknum wartawan yang seenaknya memerintah pasukan untuk merekonstruksi ulang penangkapan anggota GAM. Direkayasa disuruh lari, lalu beberapa anggota GAM yang jadi tawanan ditembak mati. Aku pun diminta ikut menandatangani surat petisi protes yang ditujukan ke Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto.
Suasana yang tak kondusif dan situasi yang semakin tak aman bagi keselamatan wartawan. Pada 4 Juni 2003, Republika memutuskan mengakhiri tugasku di Aceh dan aku kembali ke Jakarta.
***
Pada 29 Juni 2003, beredar kabar wartawan RCTI Ersa Siregar dan juru kamera Ferry Santoro dilaporkan hilang di Kuala Langsa, Aceh Timur. Pada 2 Juli 2003, diberitakan Ersa dan Ferry, dua istri TNI Safrida dan Soraya, serta seorang sopir diculik pasukan GAM wilayah Peureulak, Aceh Timur di bawah pimpinan Ishak Daud.
Pada 29 Desember 2003, TNI menyerang GAM Desa Kuala Manihan, Simpang Ulim, Aceh Timur. Ersa bersama sejumlah anggota GAM tewas tertembak. Dua peluru TNI menembus leher dan dada Ersa.
Pada 17 Mei 2004, enam wartawan menjadi penjamin bebasnya Fery Santoro, yakni Nani Afrida (The Jakarta Post), Imam Wahyudi dan Munir (RCTI), Nezar Patria (Tempo), Solahuddin (AJI), dan Husni Arifin (Republika).
Pada 8 September 2004, Panglima GAM wilayah Peureulak, Aceh Timur, Ishak Daud tewas di tembak TNI saat terjadi kontak senjata di gampoeng (kampung) Alue Nireh, Aceh Timur.
Pada 26 Desember 2004, bencana gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh. Diperkirakan, korban tewas mencapai 220 ribu orang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang baru dilantik mengantikan Megawati menetapkan gempa dan tsunami Aceh sebagai bencana nasional.
Presiden SBY lebih memilih Marsekal Joko Suyanto sebagai Panglima TNI daripada Jenderal Ryamizard Ryacudu pada 13 Februari 2006. Kemudian Jenderal Ryamizard Ryacudu diganti sebagai Kasad oleh Letjen Djoko Santoso yang sebelumnya menjabat sebagai Wakasad.
Konflik bersenjata yang cukup panjang berakhir, setelah GAM sepakat damai di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005, yang dikenal dengan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.
Pada 10 Juli 2006, Komisi I DPR RI mempertanyakan ke Panglima TNI Marsekal Djoko Soeyanto adanya angkatan bersenjata lain, selain TNI AD, AL, AU, dan Polri. Menyusul ditemukannya 180 senjata api berbagai jenis dan alat peledak serta 28 ribu butir peluru dan puluhan granat di kediaman Waaslog Kasad Brigjen Koesmayadi.
Di usia 53 tahun, Brigjen Koesmayadi meninggal dunia mendadak di kediamannya di Cibubur pada 25 Juni 2006. Banyak rumor beredar lulusan Akmil 1975 ini meninggal karena diracun. Namun, Kasad Jenderal Djoko Santoso membantah dan menyatakan Brigjen Koesmayadi meninggal akibat serangan jantung.