Rabu 17 Feb 2021 05:37 WIB

Wapres: Kritik Pemerintah Bukan Tindakan Radikal

Wapres mengatakan mengkritik diperbolehkan sepanjang dilakukan dengan cara sehat.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Maruf Amin
Foto: Dok. KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai orang yang bersikap kritis terhadap Pemerintah bukan sebagai tindakan radikal. Ma'ruf menilai, sepanjang dilakukan dengan cara yang sehat dan konstitusional maka mengkritik dibolehkan.

"Kalau memberikan kritik dengan sikap agak kritis terhadap pemerintah saya pikir mungkin itu tidak (radikal), sepanjang itu tidak menunjukan adanya gerakan gerakan yang bisa mengancam," kata Ma'ruf saat diwawancarai di TV swasta, Selasa (16/2).

Baca Juga

Wapres menyampaikan itu saat ditanyai soal  munculnya fenomena saling tuding di masyarakat terkait radikalisme, termasuk yang terbaru ditujukan kepada tokoh publik. Wapres menilai pemahaman radikalisme masih luas sehingga membingungkan sejumlah pihak. 

Namun, Ma'ruf meminta masyarakat membedakan kritik sehat dengan kritik yang dilanjutkan dengan gerakan mengubah negara dengan cara inkonstitusional atau tidak demokratis. Ma'ruf menekankan, kritik dengan cara demokratis dan konstitusional memang salurannya tersedia. Namun, jika kritik dilakukan dengan upaya mengubah dasar negara atau mengganti Pemerintahan tidak sah maka hal itu tidak dibenarkan.

"Tapi seringkali ketika orang bersikap kritis terhadap pemerintah, terus dianggap sebagai radikal, mungkin itu yang perlu didudukkan," ujarnya.

Apalagi, Presiden Joko Widodo, kata Ma'ruf, dalam pernyataannya terbuka terhadap kritik-kritik konstruktif untuk membangun bangsa dan negara. "Apa yang kurang apa yang belum baik, itu perlu disampaikan oleh masyarakat," ungkapnya.

Karena itu, Wapres menilai perlunya pelurusan mengenai pemahaman tentang tindakan radikal yang lebih kongkret. Hal ini kata Ma'ruf, agar tidak menimbulkan perdebatan mengenai kritik yang ditujukan kepada Pemerintah.

"Saya kira kita harapkan itu nanti ada penjelasan yang lebih konkretlah, nah kalau masalah pelanggaran itu kan ada aturannya sendiri, ada ketentuan hukum sendiri misalnya dia melakukan tindakan yg melanggar ketentuan, itu bisa dia kategori radikal, itu bisa dia juga bukan radikal tapi melanggar aturan yang ada," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement