Senin 15 Feb 2021 19:48 WIB

Mengapa OKI Terkesan tak Bersuara Sikapi Uighur China?

OKI terkesan tidak bersuara menyikapi dugaan penindasan Muslim Uighur

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
OKI terkesan tidak bersuara menyikapi dugaan penindasan Muslim Uighur. Ilustrasi Muslim Uighur China
Foto: AP Photo
OKI terkesan tidak bersuara menyikapi dugaan penindasan Muslim Uighur. Ilustrasi Muslim Uighur China

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING—Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), badan multilateral terbesar yang mengklaim mewakili umat global, mengadakan pertemuan virtual untuk menghormati Hari Solidaritas Kashmir Jumat (12/2). lalu.

Acara itu dihadiri perwakilan dari Pakistan, Turki, Arab Saudi, Nigeria, dan Azerbaijan. Mereka menyatakan dukungan penuh untuk gerakan memerdekakan Muslim di wilayah Himalaya, salah satu dari empat wilayah terpadat yang disengketakan India dan Pakistan.

Baca Juga

Georgia Leatherdale-Gilholy, penulis di Foundation for Uighur Freedom menyayangkan kealpaan negara-negara itu, karena tidak menyinggung sama sekali tentang nasib Muslim di China. Menurutnya, pemerintahan Cina, khususnya Beijing perlu dikritisi terkait kebijakan ekstrem mereka terhadap Muslim Uighur.

“Bahkan pada Juli 2019, lebih dari selusin negara anggota OKI ikut menandatangani piagam yang memuji pencapaian China di bidang hak asasi manusia. Padahal China justru menangkap, mendeportasi bahkan membunuh Muslim Uighur,” ujar kontributor Young Voices itu yang dikutip di National Interest, Senin (15/2). 

“Mudah untuk menemukan kejanggalan di balik standar ganda OKI, uang. Ini adalah sebagai bagian belt dan road (sabuk dan jalan), dimana China menginvestasikan lebih dari 8 miliar dolar AS untuk mengencangkan ‘sabuk’ lintas benua, dan membuka ‘jalan’ bagi rencana mereka untuk memusnahkan Uighur,” jelas dia.

‘Sabuk’ ini akan menggabungkan sebagian besar negara mayoritas Muslim di dunia, dari Sudan hingga Indonesia, dimana kejatuhan ekonomi, mulai dari pandemi hingga ketidakstabilan politik jangka panjang, akan membuat negara-negara Muslim ini mau tidak mau menggantungkan nasib perekonomian mereka pada China, kata Georgia.

Keuntungan finansial, bagaimanapun, hanyalah... 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement