Senin 15 Feb 2021 18:27 WIB

Kinerja Dagang yang Naik Dinilai Belum Indikasikan Pemulihan

Ekspor meningkat lebih karena pandemi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (3/2). Kinerja ekspor mencatatkan pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor tumbuh sebesar 12,24 persen pada Januari 2021.
Foto: Teguh Prihatna/ANTARA
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (3/2). Kinerja ekspor mencatatkan pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor tumbuh sebesar 12,24 persen pada Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor mencatatkan pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor tumbuh sebesar 12,24 persen pada Januari 2021.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan tersebut harus disyukuri. Ia menuturkan, peningkatan ekspor itu disebakan harga komoditas lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. 

Baca Juga

"Sementara demand juga masih cukup terjaga. Terutama di-support oleh demand dari China yang perekonomiannya sudah mulai berangsur pulih," ujar Piter kepada Republika.co.id, Senin (15/2).

Ia melanjutkan, tidak banyak negara yang mengalami pertumbuhan ekspor di tengah pandemi. Hanya beberapa negara yang lebih mengandalkan komoditas. 

"Dengan argumentasi tersebut, saya perkirakan neraca perdagangan pun masih akan surplus selama pandemi. Asumsinya, harga komoditas terus terjaga tinggi," jelas dia. 

Perlu diketahui pula, BPS menyebutkan, neraca perdagangan pada bulan lalu tercatat surplus sebesar 1,96 miliar dolar AS. Angka tersebut dinilai lebih baik, dibandingkan neraca perdagangan pada Januari tahun-tahun sebelumnya. 

Piter menilai, surplus neraca perdagangan akan mulai menurun pada kuartal tiga dan empat tahun ini. "Meskipun surplus, tapi kita belum bisa sepenuhnya bergembira karena surplus tersebut terjadi di tengah penurunan impor, khususnya impor barang modal dan bahan baku yang mencerminkan industri masih terpuruk," jelas dia. 

Hanya saja ia menambahkan, kondisi itu lebih dikarenakan pandemi. Ketika pandemi berakhir, permintaan konsumsi akan membaik, lalu industri manufaktur juga bakal kembali bangkit. 

"Saat industri mulai bangkit, pertumbuhan impor akan lebih cepat. Lalu akan menggerus surplus neraca perdagangan," tuturnya. 

Jadi, kata dia, surplus neraca perdagangan merupakan suatu yang baik dan sehat, tapi belum berkesinambungan. Ada potensi kembali defisit ketika industri sudah kembali normal dan harga komoditas menurun. 

"Surplus itu juga belum mengindikasikan perekonomian Indonesia sudah pulih. Kontribusi net ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 15 persen," jelasnya. 

Selama konsumsi dan investasi masih terkontraksi, tegas dia, pertumbuhan ekonomi masih belum akan pulih. Target pertumbuhan ekonomi pun menurutnya, belum akan tercapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement