Senin 15 Feb 2021 08:00 WIB

Sikap Forum Pesantren Alumni Gontor Soal Din Syamsuddin

Din Syamsuddin yang dituduh radikal disikapi Forum Pesantren Alumni Gontor.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Hafil
Sikap Forum Pesantren Alumni Gontor Soal Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sikap Forum Pesantren Alumni Gontor Soal Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Umum Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) KH Zulkifli Muhadli menyebut tuduhan radikal kepada Din Syamsuddin merupakan pembodohan kepada publik. Ia menyebut Din merupakan tokoh Islam internasional yang sering menyuarakan moderasi Islam hingga di tingkat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Zulkifli mengaku telah mengenal sosok Din Syamsuddin sejak tahun 1971, ketika keduanya sama-sama sebagai santri Gontor. "Ia seorang yang cerdas dan kritis dan selalu menghindari konflik" kata Zulkifli yang juga Pimpinan Ponpes Al-Ikhlas, NTB menurut keterangan resmi yang diterima Republika, Senin (15/2).

Baca Juga

"Sikap kritis Pak Din pada rezim seharusnya dilihat sebagai pil pahit yang bisa menyelamatkan bangsa ini,"tambahnya. 

Menurutnya, jika semua sikap kritis pada kezaliman dan menyuarakan kebenaran disamakan dengan radikalisme, maka semua orang harus disebut radikal untuk kebaikan bersama.

Zulkifli menghimbau masyarakat Indonesia agar tidak meneruskan aksi lapor melapor seperti yang terjadi pada Din Syamsuddin. "Ini tidak sehat untuk kehidupan kebangsaan ke depan" jelasnya.

Sependapat dengan Zulkifli, Pimpinan Pesantren Darunnajah Jakarta, KH. Sofwan Manaf menyebut kritik yang disampaikan Din kepada pemerintah tidak bisa dikategorikan sebagai radikal. Ia menyebut kritik dari Din bermaksud ingin membawa kesadaran masyarakat pada kebenaran.

"Pak Din itu tokoh bangsa, dikenal reputasinya sebagai tokoh moderat yang diterima luas bukan saja di kalangan Islam, tapi juga di kalangan agama-agama lain, baik di tingkat nasional maupun internasional" tutur Sofwan yang juga Wakil Ketua Umum FPAG.  

Sementara itu, Sekjen FPAG, KH. Anang Rikza Masyhadi meyakinkan mayoritas masyarakat tidak akan percaya bahwa Din Syamsuddin adalah radikal dalam pemahaman yang umum. Menurutnya, kasus ini semakin menegaskan pada masyarakat bahwa isu radikalisme sering dijadikan komoditas politik hingga alat pemecah belah bangsa. 

"Menuduh Pak Din sebagai radikal punya konsekuensi yang besar dan luas, itu sama saja menuduh Muhammadiyah dan MUI sebagai radikal, kan Pak Din pernah cukup lama menjadi Ketum Dewan Pertimbangan MUI" katanya.

Bahkan, lanjutnya, Din pernah diminta Jokowi sebagai utusan khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban, dan pernah mendatangkan Grand Syaikh Al-Azhar Mesir bersama para pemuka agama-agama dari seluruh dunia di Jakarta. 

"Pak Din itu selalu dengan bangga mengkampanyekan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di luar negeri. Agar dunia internasional mencontoh Indonesia, lalu kalau Pak Din dianggap radikal maksudnya apa?,"jelasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement