Ahad 14 Feb 2021 17:08 WIB

Cinta Jamil dan Buthainah, Kisah Romantis dari Gurun Al-Ula

Cinta Jamil dan Buthainah, Kisah Romantis dari Gurun Al-Ula di Arab Saudi.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Muhammad Hafil
Cinta Jamil dan Buthainah, Kisah Romantis dari Gurun Al-Ula. Foto:   Arab Saudi membuka kembali situs warisan alam AlUla pada akhir Oktober.
Foto: afalula.com
Cinta Jamil dan Buthainah, Kisah Romantis dari Gurun Al-Ula. Foto: Arab Saudi membuka kembali situs warisan alam AlUla pada akhir Oktober.

IHRAM.CO.ID,ALULA--Saat Hari Valentine tiba, perayaan kegembiraan dan romansa dapat ditemukan di semua tempat.  Namun, satu kisah cinta dari pasir gurun Al-Ula memberikan latar yang berbeda.

Dilansir dari Arab News, Ahad (14/2), kisah Jamil dan Buthainah adalah salah satu cinta terlarang sekaligus terkenal dari Gurun Al-Ula, Arab Saudi. Kisah ini dituliskan dalam puisi cinta Badui pada akhir abad ketujuh dan ditulis oleh Jamil ibn Mamar, seorang penyair dari suku Bani Udhra di Madinah selama periode Umayyah. 

Baca Juga

Puisi cinta Badui akhir abad ketujuh ditulis oleh Jamil ibn Mamar juga dikenal sebagai Jamil Buthainah.  Ia adalah pelopor gaya puitis puisi ghazal, elemen sastra Islam yang mendekati tema cinta dalam gaya liris.  Dia terkenal karena tradisi puitisnya tentang cinta murni, tema umum suku Badui pada masa itu.

Puisi tersebut menceritakan tentang cinta Jamil yang intens namun tak berbalas kepada Buthainah bin Hayyan bin Thalabah dari suku Uthrah, seorang gadis cantik dari suku yang tinggal di dekat Bani Udhra di Lembah Al-Qura di AlUla.

Jamil tergila-gila dengan kecantikannya sejak kecil. Ia menulis puisi yang memuji cinta mereka selama bertahun-tahun.  Dia yang dikenal juga sebagai penunggang kuda pemberani itu bangga dengan cinta dan pedangnya.  

Suatu hari dia meminta untuk Buthainah menikah tetapi ditolak karena Buthainah dijanjikan kepada pria lain.  Nyaris didorong oleh kegilaan, tidak menyurutkan semangat prajurit yang dilanda cinta, yang terus menciptakan puisi indah dan romantis.

Meski ditentang keluarganya, ternyata Buthainah juga benar-benar mencintai Jamil. Cintanya bahkan membuat Buthainah terus menangis hingga membuat matanya buta.

Seiring berjalannya waktu, Jamil berangkat ke Mesir dan pasangan yang bernasib sial itu berpisah, namun cinta mereka akan selamanya diceritakan melalui keindahan puisi cintanya.

Dengan sejarah ribuan tahun, tidak mengherankan jika sebuah kisah cinta akan muncul dari pasir AlUla.  Kisah cinta dan kehilangan keduanya juga digambarkan oleh almarhum penyair Palestina Mahmoud Darwish dan dapat dirasakan melalui bait-bait puisinya.

“Kami menjadi lebih tua, Jameel Bouthaina dan saya, masing-masing sendirian, dalam dua era yang berbeda.  Ini adalah waktu yang melakukan apa yang matahari dan angin lakukan, Ia memoles kita kemudian membunuh kita kapan pun pikiran memikul hasrat hati, atau setiap kali hati mencapai kebijaksanaannya.

"Jameel!  apakah dia menjadi tua, sepertimu, sepertiku, Bouthaina?. Dia menjadi tua, temanku, di luar hati di mata orang lain.  Tapi di dalam diriku kijang mandi di mata air yang mengalir keluar dari dirinya,"tulisnya.

Cara puisi ini disebarkan dari waktu ke waktu ditunjukkan dengan indah setahun yang lalu ketika perusahaan teater terkenal dunia Caracalla membawakan "Jamil dan Buthainah: Legenda cinta dari oasis AlUla" di Aula Konser Maraya.  Pertunjukan tersebut, yang cocok untuk akhir pekan Hari Valentine, menjadi hidup melalui lagu, musik, tari, dan teater.

Kisah cinta Jamil dan Buthainah bagaikan cinta yang hilang yang muncul dari padang pasir dan menjadi salah satu kekayaan peradaban Arab.  Ini adalah kisah yang bertahan dalam ujian waktu dan muncul lagi untuk menceritakan kembali kisah pasangan yang bernasib sial.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement