Legislator: Vaksinasi Mandiri Jangan Ada Motif Terselubung

Seharusnya Pemerintah cukup fokus pada target dan strategi vaksinasi dalam satu tahun

Ahad , 14 Feb 2021, 13:58 WIB
 Seorang petugas kesehatan menyiapkan dosis vaksin selama kampanye vaksinasi COVID-19, (ilustrasi).
Seorang petugas kesehatan menyiapkan dosis vaksin selama kampanye vaksinasi COVID-19, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani menyoroti soal vaksinasi mandiri yang tengah dipersiapkan pemerintah. Netty mempertanyakan motif pelaksanaan vaksinasi mandiri tersebut.

"Jika sekarang muncul lagi isu melibatkan sektor swasta untuk mengadakan dan melaksanakan vaksinasi secara mandiri atau gotong royong, saya perlu mempertanyakan apa motif dibalik usulan tersebut? Benarkah untuk meringankan biaya dan mempercepat kekebalan kolektif, atau ada motivasi lain? Demi asas keadilan, jangan sampai ada motif terselubung," kata Netty dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Ahad (14/2).

Baca Juga

Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI tersebut mengatakan sebelumnya Pemerintah telah menugaskan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menyelesaikan program vaksinasi dalam masa satu tahun dengan target, sasaran dan strategi vaksinasi yang terukur. Seharusnya Pemerintah cukup fokus pada target dan strategi tersebut.

 

"Fokus saja pada target, sasaran dan strategi yang dibuat agar kinerja Kemenkes dalam program vaksinasi ini terukur dengan jelas. Wacana vaksin mandiri, selain membuat pemerintah tampak plin plan dalam membuat kebijakan, juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat sebagai penerima vaksin. Jangan sampai ada kesan pemerintah meninggalkan masyarakat miskin yang tidak mampu membayar vaksin," ujarnya.  

Netty menambahkan, apalagi hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri, kecuali terkait proses pengadaan yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Perpres nomor 99 tahun 2020. Ia menilai Perpres tersebut memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia, bahkan melalui kerjasama dengan lembaga/badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan.

"Jangan sampai pemerintah memainkan celah hukum tersebut untuk memberikan prioritas pada kelompok pengusaha yang memiliki dukungan finansial dan mengabaikan masyarakat lainnya. Apalagi jika di dalamnya ada motif tersembunyi berupa mengambil keuntungan di tengah kesulitan," jelasnya Netty.