Sabtu 13 Feb 2021 07:10 WIB

Wabah Pencabut Nyawa di Romawi dan Andalusia

Romawi dan Andalusia pernah diserang wabah penyakit mematikan seperti Covid-19.

Virus corona dalam tampilan mikroskopik. (ilustrasi)
Foto:

Black Death

Wabah lain yang tak kalah mematikan, yang terjadi pada pertengahan hingga akhir abad ke 14 adalah Black Death yang pernah melanda Eropa. Wabah ini membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi manusia di Eropa.

Medium penularan dengan berbagai varian, mulai dari kontak fisik, udara dan sistem darah, membuat wabah ini menjadi semakin susah untuk dibendung. Semakin banyaknya mobilitas manusia pada satu tempat ke tempat yang lain, maka akan membuat penularannya menjadi lebih ekskalatif.

Setelah dari Eropa, wabah Black Death ini menyebar hingga ke sebagian Afrika dan Asia, sehingga tercatat pada akhir abad 14, diperkirakan wabah ini membunuh hingga 200 juta manusia.Pada tragedi-tragedi besar di dunia tersebut, kita berusaha mengambil pelajaran agar dengannya hikmah bisa kita raup lebih banyak. Lalu apa yang perlu dilakukan?

Pertama, dikotomi kontrol. Ini adalah istilah yang sering digunakan kaum Stoic, pengikut filsuf Stoa, bagaimana memaknai bahwa yang terjadi pada alam semesta, pada dasarnya tidak semua dalam rentang kendali kita. Peristiwa yang terjadi di sekitar kita, yang membedakan di antara kita sesungguhnya adalah “respon” kita dalam menghadapi peristiwa tersebut. Hujan, macetnya jalan raya, gunung meletus, dan berbagai macam peristiwa yang terjadi di alam raya, tergantung dari kacamata kita melihatnya.

Keadaan itu tidak akan berubah, tetapi cara pandang kita dalam melihatnya bisa berubah.  Ada cukup banyak dari pemikiran kita yang sebetulnya terserah kita.

Karena itu, bukan peristiwanya yang membuat kita kesal, melainkan opini kita tentangnya. Tepatnya, penilaian kita bahwa sesuatu yang amat buruk, mengerikan, atau bahkan musibah, menjadi penyebab penderitaan kita.

Ternyata ada irisan yang sejalan terkait “dikotomi kontrol” ini dengan “lingkaran pengaruh” menurut Stephen Covey dalam buku “The Seven Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang Paling Efektif)". Pada dasarnya, jika kita hanya fokus pada lingkaran yang bisa kita intervensi dan pengaruhi, selain akan lebih efektif hidup kita, juga akan mengurangi fokus perhatian dan energi kita pada hal diluar “semesta” kita.

Kedua upaya yang terus kontinu. Spanyol (dinamakan Andalusia masa itu) juga ikut terimbas Black Death. Para ilmuwan setempat lebih lanjut meneliti apa penyebab dan bagaimana metode penanganannya.

Di antara mereka adalah Ahmad bin Ali bin Khatimah.  Ilmuwan dari Almeria itu menduga buruknya kualitas udara sebagai pemicu persebaran wabah. Ilmuwan lainnya, Ibnu al-Khatib menjelaskan hipotesis tentang transmisi atau penularan penyakit.

Temuan al-Khatib menjadi referensi ahli biologi Prancis, Louis Pasteur, ratusan tahun kemudian. Mengenai antisipasi wabah, yakni kebanyakan orang-orang yang telah mengadakan kontak dengan penderita, akan memiliki potensi sakit lebih tinggi dan akhinya meninggal dunia. Sementara orang yang tidak begitu banyak berinteraksi dengan penderita akan tetap sehat.

Penyebaran penyakit itu dapat muncul dari suatu rumah di suatu kota, kemudian ia menyebar dari orang ke orang tetangga, saudara, atau tamu rumah itu. Di masa kita saat inilah, dalam menghadapi covid-19, kita memiliki istilah yakni social distancing dan physical distancing yang memiliki makna sama dengan kondisi saat itu.

Potret PSBB Jawa Bali pada Januari 2021 lalu dengan perpanjangan waktu berikutnya pun akan tetap kurang efektif, jika pada kenyataannya kita belum mampu mengendalikan mobilitas warga (dengan segala alasannya). Tentunya kita berhadap ke depan agar program-program serupa ini lebih efektif, sehingga menurunkan grafik wabah Covid-19 yang belum terlihat ujungnya ini.

Dari mana kita mulai? Dari diri sendiri, lingkaran kita sendiri. Semoga kita tetap mampu belajar banyak dari tragedi masa lalu, sehingga menjadi bekalan kita untuk menjadi lebih baik di masa pandemi ini.

TENTANG PENULIS: Dedy Setyo Afrianto, M.Pd, Saat ini diberikan amanah sebagai Direktur Pendidikan Nurul Fikri Boarding School Bogor. Berpengalaman menjadi Konsultan e-learning di salah satu Pusdiklat Kementrian ESDM, Instruktur Nasional TIK Kemendikbud RI, Ketua MGMP TIK SMA Kabupaten Serang-Banten, narasumber pelatihan-pelatihan IT dan desain pembelajaran tingkat propinsi maupun nasional serta menjadi developer IT system di beberapa sekolah serta mendedikasikan diri pada dunia pendidikan dan tulis menulis. Bisa dihubungi melalui e-mail : [email protected]

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement