Jumat 12 Feb 2021 10:05 WIB

Karyawan GM Khawatirkan Perkembangan Kendaraan Listrik

Industri kendaraan listrik diperkirakan membutuhkan lebih sedikit pekerja.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Bulan lalu General Motors (GM) mengumumkan tujuannya, yakni hanya membuat kendaraan bertenaga baterai pada 2035. Hal itu tidak hanya menandai jeda lebih dengan lebih dari satu abad membuat mesin pembakar internal, tapi juga mengaburkan masa depan 50 ribu pekerja perusahaan.
Foto: EPA-EFE/PHILIPP GUELLAND
Bulan lalu General Motors (GM) mengumumkan tujuannya, yakni hanya membuat kendaraan bertenaga baterai pada 2035. Hal itu tidak hanya menandai jeda lebih dengan lebih dari satu abad membuat mesin pembakar internal, tapi juga mengaburkan masa depan 50 ribu pekerja perusahaan.

REPUBLIKA.CO.ID, OHIO -- Bulan lalu General Motors (GM) mengumumkan tujuannya, yakni hanya membuat kendaraan bertenaga baterai pada 2035. Hal itu tidak hanya menandai jeda lebih dengan lebih dari satu abad membuat mesin pembakar internal, tapi juga mengaburkan masa depan 50 ribu pekerja perusahaan. 

Pesannya jelas, ketika ekonomi Amerika Serikat yang lebih hijau semakin dekat, GM menginginkan tenaga kerja pabrik yang akhirnya akan membangun kendaraan tanpa emisi. Itu tidak akan terjadi dalam semalam, namun kemungkinan berkembang pekerja otomotif yang terlatih dan bekerja selama beberapa dekade. 

Baca Juga

Guna membangun mesin yang menggunakan bahan bakar minyak, dinilai perlu melakukan agak berbeda dalam dekade berikutnya. Jadi kemungkinan para pekerja GM nantinya tidak memiliki pekerjaan. 

Jika perubahan sejarah dari pembakaran internal ke tenaga listrik berjalan seperti GM, Ford, dan lainnya, maka pekerjaan yang sekarang melibatkan pembuatan piston, injektor, bahan bakar, dan knalpot akan digantikan oleh perakitan baterai lithium-ion, motor listrik, serta alat berat. Hal itu memanfaatkan cable-duty.

Saat ini banyak dari komponen tersebut dibuat di luar negeri. Hanya saja, Presiden Joe Biden telah menjadikan pengembangan Rantai pasokan kendaraan listrik AS sebagai bagian penting dari rencananya yang ambisius, demi menciptakan 1 juta lebih pekerjaan industri otomotif melalui kendaraan listrik. 

Namun bagi para pekerja di GM dan pembuat mobil lainnya, masa depan itu bisa berbahaya. Sebab pabrik akan lebih fokus pada lingkungan di masa depan yang membutuhkan lebih sedikit pekerja, terutama karena kendaraan listrik mengandung 30 persen sampai 40 persen lebih sedikit bagian yang bergerak dibandingkan kendaraan menggunakan bahan bakar minyak. 

Selain itu banyak pekerjaan serikat pekerja, baik yang telah membawa gaya hidup kelas menengah solid, dapat bergeser ke gaji lebih rendah. Sebab, pembuat mobil membeli suku cadang kendaraan listrik dari perusahaan pemasok atau membentuk usaha terpisah untuk membuat komponen. 

Yang paling rentan dalam masa transisi, yakni sekitar 100 ribu orang di Amerika Serikat bekerja di pabrik pembuat transmisi dan mesin bagi kendaraan berbahan bakar gas serta diesel. Mereka merupakan orang-orang seperti Stuart Hill, salah satu dari 1.500 atau lebih pekerja di Pabrik Transmisi Toledo GM di Ohio. 

Pada usia 38 tahun, dirinya menjadi karyawan GM selama lima tahun. Hill masih memiliki waktu berpuluh-puluh tahun menuju pensiun. Ia pun mengkhawatirkan pekerjaannya di masa depan. 

"Itu adalah sesuatu yang ada di benak saya. Apakah mereka akan menutupnya?" ujar Hill seperti dilansir AP News, Jumat (12/2).

Ia dan lainnya berharap akan menjadi salah satu situs GM akan membangun lebih banyak suku cadang Electric Vehichle (EV). Jika tidak, dirinya akan pindah ke beberapa pabrik lain agar bisa terus mendapatkan upah layak. 

Hanya saja, hampir tidak ada jaminan pembuat mobil membutuhkan banyak pekerja di era baru EV. Sebuah makalah United Auto Workers (UAW) dari dua tahun lalu mengutip pernyataan eksekutif Ford dan Volkswagen yang menyatakan, EV akan mengurangi jam kerja per kendaraan sebesar 30 persen.

"Hanya ada sedikit bagian. Jadi tentu saja masuk akal akan ada lebih sedikit tenaga kerja," ujar Direktur Riset untuk UAW Jeff Dokho.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement