Kamis 11 Feb 2021 00:43 WIB

Rusia tidak akan Campuri Kudeta Myanmar

Dubes Rusia untuk Indonesia sebut permasalahan di Myanmar urusan dalam negeri.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan di depan petugas polisi anti huru-hara selama protes menentang kudeta militer, di Yangon, Myanmar,Selasa (9/2). Ribuan orang terus melakukan unjuk rasa di Yangon meskipun ada peringatan keras dari militer setelah beberapa hari protes massal.
Foto: EPA-EFE/NYEIN CHAN NAING
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan di depan petugas polisi anti huru-hara selama protes menentang kudeta militer, di Yangon, Myanmar,Selasa (9/2). Ribuan orang terus melakukan unjuk rasa di Yangon meskipun ada peringatan keras dari militer setelah beberapa hari protes massal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kudeta militer Myanmar awal Februari ini membuat berbagai negara meminta pihak di negara tersebut menahan diri. Termasuk Rusia yang berharap perselisihan dalam negara Myanmar diselesaikan melalui dialog.

"Rusia sama sekali tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara berdaulat," ujar Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu (10/2).

Rusia pun telah mencatat dan memperhatikan situasi politik di Myanmar. Kementerian Luar Negeri Rusia telah mengungkapkan harapan, bahwa isu seperti ini harus diselesaikan melalui dialog, dan dalam kerangka mekanisme dan sarana hukum.

"Jadi itu menggambarkan dengan baik posisi Rusia dan meminta agar dialog inklusif dilakukan karena menurut kami ini adalah masalah dalam negeri yang harus diselesaikan dengan cara terbaik mereka," ujarnya melanjutkan.

"Myanmar harus mencari solusi dialog inklusif dan tanpa tekanan maupun intervensi dari luar," ujarnya melanjutkan.

Dubes Lyudmila juga berharap situasi politik segera membaik di negara Asia itu. "Kami memiliki hubungan baik dengan Myanmar, dan kami berharap situasi akan segera terkendali damai," ujarnya.

Baca juga : Presiden Biden Jatuhkan Sanksi Ekonomi untuk Myanmar

Pada 1 Februari, militer Myanmar menangkap pemimpin sipil dan penasihat negara Aung San Suu Kyi serta pemimpin senior dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya.

Pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengeklaim kudeta yang dilakukan telah berada di jalur hukum. Junta militer Myanmar telah menetapkan keadaan darurat selama satu tahun.

Mayoritas masyarakat Myanmar menolak kudeta tersebut. Itu ditunjukkan melalui gelombang protes selama lima hari terakhir dimana ribuan hingga puluhan ribu warga turun ke jalan di berbagai kota di Myanmar menentang kudeta. Mereka juga menuntut Suu Kyi dibebaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement