Rabu 10 Feb 2021 22:43 WIB

Cerita Sisa-Sisa Peternakan Sapi Perah di Jakarta

Dulu kawasan Kuningan pernah menjadi kampung susu sapi Jakarta.

Pekerja membungkus susu sapi perah di Perternakan Cibugary, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Sabtu (9/1/2021). Peternakan tersebut memproduksi susu sapi perah kurang lebih sebanyak 300 liter per hari dengan harga jual Rp10 ribu per liter.
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Pekerja membungkus susu sapi perah di Perternakan Cibugary, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Sabtu (9/1/2021). Peternakan tersebut memproduksi susu sapi perah kurang lebih sebanyak 300 liter per hari dengan harga jual Rp10 ribu per liter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peternakan sapi perah di Jakarta memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman penjajahan Belanda peternakan sapi perah sudah eksis, saat ini masih ada peternakan sapi perah di Jakarta yang bertahan hingga generasi ketiga.

Fathurahman, salah satu peternak sapi perah di Jakarta Selatan, mengungkapkan bagaimana usaha turun-temurun yang dilakoni masyarakat asli Betawi masih bertahan hingga saat ini. "Saya ini generasi ketiga, usaha ternak sapi sudah dimulai sejak zaman kakek saya, lalu dilanjutkan oleh ayah saya, sekarang oleh saya," kata Fathurahman dalam acara Webinar "Peternakan Sapi di Ibu Kota" yang digagas Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Selatan, Rabu (10/2).

Baca Juga

Fathurahman tidak sendirian. Hingga saat ini ada sekitar 30 peternak sapi di Jakarta Selatan yang bernaung dalam Perhimpunan Peternak Sapi Perah-Sapi Potong (PPSP-SP) Jakarta. Mereka tercatat sebagai anggota aktif maupun non aktif.

Ia menyebutkan, peternakan sapi perah di Jakarta mulanya digagas oleh bangsa Belanda untuk memenuhi gizi dan protein mereka. Jenis sapinya adalah Frisia atau Holstein (FH) yang dikenal masyarakat sapi warna hitam putih.

Seiring berjalannya waktu banyak pribumi yang memelihara sapi perah. Termasuk hingga kini cicit dari ulama besar asal Kuningan dikenal dengan nama Guru Mugni, masih menjalani usaha peternakan sapi perah di Jakarta Selatan.

Usaha ternak sapi perah berkembang pesat di kawasan segitiga emas Kuningan, Jakarta Selatan, setelah Indonesia merdeka tahun 1945. "Kuningan menjadi wilayah dengan populasi terbesar peternak sapi perah, hingga zaman dulu dikenal sebagai kampung susu sapi," kata Fathurahman yang juga Ketua PPSP-SP tersebut.

Tidak hanya di Kuningan, peternakan sapi meluas ke wilayah Mampang Prapatan, Buncit Raya, Pancoran, Pasar Minggu hingga Jagakarsa dan lainnya.

Seiring bertambahnya populasi sapi perah di wilayah Jakarta Selatan, tahun 1958 dibuat sebuah organisasi sebagai wadah para peternak yakni Koperasi Perusahaan Daerah Ibu Kota. "Keberadaan peternak mendapat perhatian dari pemerintah, tahun 1978 para peternak dapat bantuan presiden berupa sapi perah dari Australia," kata Fathurahman.

Pada tahun 1986 sejarah kampung susu sapi di Kuningan mulai berubah, setelah Gubernur DKI Jakarta, Wiyono Atmodarminto mendapat perintah Presiden untuk merelokasi peternak. Sesuai Surat Keputusan Nomor 200/1986 peternak kawasan Kuningan direlokasi karena mau dijadikan kawasan antar bangsa, dibangun kantor kedutaan maupun rumah para duta besar. Kini Kuningan menjadi segi tiga emas DKI Jakarta.

"Sejak saat itu Kampung Susu Sapi Kuningan direlokasi ke Pondok Ranggon, Jakarta Timur," kata Fathuraman.

Fathurahman menambahkan, hingga tahun 2017 dirinya masih menemukan peternak sapi perah yang masih bertahan di Kuningan, Jakarta Selatan. Ketika itu tersisa satu peternak milik H Nurdin, berada di Gang Kembang, Kuningan Timur.

Tapi kini ditutup dikarenakan tidak ada penerusnya. Sejak saat itu cerita Kampung Susu Sapi Kuningan berakhir.

"Tetapi peternakan sapi di sekitar Kuningan, seperti Mampang, Pancoran dan Pasar Minggu masih eksis sampai sekarang dan bernaung bersama PPSP-SP," kata Fathurahman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement