Selasa 09 Feb 2021 16:21 WIB

Haedar: Buzzer Jadi Musuh Terbesar Dunia Pers

Haedar menkankan, pers hadir tegakkan kebenaran, keadilan, dan kesatuan bangsa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengajak pers menjadi media checks and balances dalam kehidupan berbangsa.
Foto: Dokumen.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengajak pers menjadi media checks and balances dalam kehidupan berbangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengucapkan selamat Hari Pers Nasional yang jatuh setiap 9 Februari. Ia berpesan agar pers menjadikan momentum bersejarah ini sebagai kekuatan yang mencerdaskan.

Sekaligus, kata Haedar, menjadi media checks and balances dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam mencerdaskan bangsa, fungsi pers yaitu media cetak, televisi, radio, dan kini media daring menjadi pranata sosial yang mengedukasi elite dan warga.

Baca Juga

"Agar menjadi insan yang berpikir jernih, objektif, moderat, cerdas, beretika, dan berdaya kritis,” kata Haedar, Selasa (9/2).

Ia menekankan, pers bertanggung jawab atas pesan dan informasi yang disuarakan ke ruang publik secara objektif dan profesional. Serta, tidak masuk dalam pusaran politik partisan maupun kepentingan lain yang bisa meluruhkan fungsi utama pers.

 

Pers Indonesia bersama-sama komponen bangsa dituntut hadir menegakkan kebenaran, keadilan, kedamaian, persatuan, dan kemajuan bangsa dan negara. Seraya menjauhkan dari hal-hal yang meresahkan, memecah persatuan, dan konflik antarkomponen bangsa.

"Fungsi integrasi sosial sangat diharapkan dari pers Indonesia. Musuh terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers daring melalui jalur media sosial, merupakan buzzer yang nirtanggung jawab kebangsaan yang cerdas dan berkeadaban mulia," ujar Haedar.

Hal itu, kata Haedar, agar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terbawa kepada suasana yang kontroversi menjurus ke konflik sosial antarsesama anak bangsa. Pers dalam dinamika politik kebangsaan penting jalankan fungsi checks and balances.

"Sebagaimana menjadi DNA media massa sepanjang sejarah di negeri manapun," kata Haedar.

Terakhir, Haedar berpesan agar pers tidak lantas membiarkan dunia kebangsaan dan kenegaraan di Tanah Air tercinta menjadi timpang. Terlebih, tanpa fungsi kritis pers yang konstruktif demi masa depan Indonesia yang demokratis dan berkemajuan.

"Pers dituntut proaktif mengakselerasi dinamika kehidupan kebangsaan agar Indonesia menjadi negara maju di era dunia modern abad ke-21,” ujar Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement