Legislator: SKB Tiga Menteri Soal Seragama Sekolah Lebay

Wakil Ketua Komisi X DPR mendesak pemerintah mencabut SKB tiga menteri

Selasa , 09 Feb 2021, 06:10 WIB
Pelajar SD Negeri 42 memakai seragam pramuka dan pakaian olahraga dilengkapi atribut kerudung (jilbab) saat mengikuti aktivitas belajar mengajar di Banda Aceh, Aceh, Jumat (5/2/2021). Tiga menteri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keagamaan (Kemenag) meluncurkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Pelajar SD Negeri 42 memakai seragam pramuka dan pakaian olahraga dilengkapi atribut kerudung (jilbab) saat mengikuti aktivitas belajar mengajar di Banda Aceh, Aceh, Jumat (5/2/2021). Tiga menteri dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keagamaan (Kemenag) meluncurkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mendesak agar pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang mengatur soal seragam sekolah. Menurutnya pemerintah dinilai terlalu reaktif dan berlebihan dalam menyikapi suatu isu di daerah.

“Sikap reaktif yang tidak perlu dan terkesan lebay, karena ini sebenarnya masalah lokal yang mudah diselesaikan oleh pemda sendiri, kenapa sampai harus dibuatkan SKB,” kata Fikri dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/2).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut khawatir dikeluarkannya  SKB tiga menteri tersebut justru akan memicu konflik antara pusat-daerah. Selain itu ia juga khawatir adanya SKB tersebut dapat berpotensi merusak pembagian kewenangan antara pusat dan daerah yang sudah diatur dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Fikri menjelaskan sektor pendidikan adalah salah satu kewenangan pemerintah yang konkruen, yakni urusan pemerintah yang dibagi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. “Perguruan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat, SMA/K dan pendidikan khusus kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan tingkat SMP hingga ke bawah merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota,” ujarnya.

Dirinya berpandangan SKB tersebut muncul sebagai respons atas kasus aturan seragam di SMKN 2 Kota Padang. Cara pemerintah menggeneralisasi kasus tersebut menjadi kegentingan nasional adalah bukti bahwa pemerintah sedang krisis prioritas.

“Faktanya, sudah ada Permendikbud No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam, kenapa ini tidak disosialisasikan ulang?,” ungkapnya.

Fikri menilai, alih-alih menjaga hak kebebasan memilih seragam bagi peserta didik, SKB ini justru menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. “Melarang ketentuan yang diwajibkan oleh agama juga bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Fikri beranggapan ada permasalahan pendidikan yang harus diselesaikan, seperti tuntutan ribuan guru dan tenaga kependidikan soal status, kesejahteraan, dan jaminan sosialnya. Kemudian situasi pandemi yang kian tidak terkendali sehingga berdampak “learning loss” pada anak didik, dana BOS bagi sekolah yang dikabarkan disunat oknum pemda.  Hingga soal ruang kelas rusak yang mencapai 1,3 juta ruang kelas menurut temuan DPR. 

“Beberapa persoalan tersebut lebih butuh dibuat SKB, karena menyangkut kewenangan lintas kementerian,” tegas Fikri.