Patuhi Arahan Surya Paloh, Nasdem Setop Revisi UU Pemilu

Nasdem berbalik arah dari mendukung jadi menolak revisi UU Pemilu di DPR.

Senin , 08 Feb 2021, 17:15 WIB
Ketua Komisi II DPR Ahmad Dolly Kurnia (kiri) bersama Wakil ketua Komisi II DPR  Saan Mustopa (kanan) saat memberikan penjelasan kepada Badan Legislasi DPR, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Komisi II  DPR sebagai pengusul memberikan penjelasan atas revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Saan yang merupakan anggota Fraksi Nasdem memastikan fraksinya tidak akan melanjutkan revisi UU Pemilu. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ Reno Esnir
Ketua Komisi II DPR Ahmad Dolly Kurnia (kiri) bersama Wakil ketua Komisi II DPR Saan Mustopa (kanan) saat memberikan penjelasan kepada Badan Legislasi DPR, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020). Komisi II DPR sebagai pengusul memberikan penjelasan atas revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Saan yang merupakan anggota Fraksi Nasdem memastikan fraksinya tidak akan melanjutkan revisi UU Pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR, Saan Mustofa mengatakan bahwa pihaknya kini tak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal itu sesuai dengan arahan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

"Karena ada pertimbangan yang lebih besar dalam prespektif pemerintah, disampaikan partai koalisi kami mengikuti yang menjadi keputusan partai," ujar Saan dalam diskusi daring, Senin (8/2).

Baca Juga

Meski begitu, ia melihat adanya diskusi yang baik antara elemen masyarakat, DPR, dan pemerintah terkait rencana revisi UU Pemilu. Pasalnya, semua temuan yang ada tentu akan menjadi kajian Komisi II dalam membahasnya nanti, meski mayoritas fraksi menolak untuk melanjutkannya.

"Itu tentu ke depan bahan pertimbangan bahan kajian, bahan yang juga pengaruhi kelanjutan pembahasan RUU Pemilu," ujar Saan.

Ke depan, ia berharap pemerintah tetap membuka ruang diskusi dalam rencana revisi ini. Tujuannya tak lain agar sistem kepemiluan di Indonesia dapat lebih baik dan tidak menimbulkan korban jiwa dari pihak penyelenggara.

"Pemerintah tetap membuka ruang ke depan, meskipun saat ini saya tidak akan lebih mendalami terkait substansi hanya bisa berharap, karena ini masih panjang ya," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.

photo
Pilkada saat corona - (republika)

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengatakan bahwa Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19. Untuk itu, ia menilai perlunya menjaga soliditas partai politik koalisi pemerintahan dan bahu-membahu menghadapi pandemi.

"Cita-cita dan tugas Nasdem adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kemajuan dan masa depan bangsa yang lebih baik," ujar Surya Paloh lewat keterangan resminya, Jumat (5/2).

Nasdem sebagai partai politik, kata Surya Paloh, berkewajiban melakukan telaah kritis terhadap setiap kebijakan. Namun, pihaknya tetap lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya.

Karena itu, Surya Paloh mengarahkan agar Fraksi Partai Nasem DPR mengambil sikap untuk tidak merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Termasuk mendukung pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 2024.

Arahan Surya Paloh ini berbeda dengan keinginan Nasdem sebelumnya yang mendukung wacana revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang di dalamnya akan mengatur ketentuan pelaksanaan Pilkada pada 2022 dan 2023. Jika Pilkada digelar 2024 mengacu undang-undang yang ada saat ini, Nasdem menilai, akan banyak melahirkan pelaksana tugas (Plt) kepala daerah yang mambuat hak publik terabaikan.

"Pelayanan publik jadi terganggu. Padahal kebutuhan publik adalah salah satu tanggung jawab utama seorang pemimpin hasil pemilihan,” ujar Wakil Ketua Fraksi Nasdem DPR Willy Aditya lewat keterangannya, Selasa (2/2).

Padahal menurut Nasdem, Pemilu adalah wadah untuk melahirkan pemimpin yang dipilih masyarakat. Sehingga, kepala daerah yang terpilih memiliki tanggung jawab langsung kepada masyarakat.

Jika Pilkada dan pemilu dilaksanakan serentak pada 2024, penyelengaraannya dinilai berisiko. Berkaca pada pelaksanaan pemilihan legislatif dan presiden serentak pada 2019 yang membuat banyak kelompok petugas pemungutan suara (KPPS) kewalahan.

“Kita harus berani mengakui bahwa kita masih terus berproses dalam upaya memperbaiki sistem elektoral kita. Masih banyak kekurangan di sana-sini, baik secara kualitatif maupun kuantitatifnya. Jadi jangan sampai kita mengulang kebodohan yang sama,” ujar Willy.

photo
Sejumlah kegiatan dilarang pada masa kampanye Pilkada 2020 terkait pandemi Covid-19. - (Republika)