Senin 08 Feb 2021 15:01 WIB

Industri Petrokimia Mengusulkan Sistem PPN Ramah Investasi

Industri petrokimia berencana membangun sejumlah mega proyek petrokimia

Pabrik petrokimia
Foto: Saptono/Antara
Pabrik petrokimia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (INAPLAS) merekomendasikan sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang lebih ramah investasi. Menurut INAPLAS mega proyek petrokimia berisiko menanggung biaya modal tinggi akibat masa kredit Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia yang relatif terlalu pendek.

“Dalam situasi normal, konfigurasi mega investasi petrokimia terintegrasi yang begitu kompleks memerlukan waktu konstruksi antara 5-8 tahun. Akibat dampak pandemi Covid-19, masa konstruksi diperkirakan lebih lama,” kata Ketua INAPLAS Suhat Miyarso lewat keterangan pers diterima di Jakarta, Senin (8/2).

Baca Juga

Hal tersebut karena mobilisasi ribuan pekerja konstruksi dalam satu wilayah yang sama tidak sesuai dengan protokol keselamatan dan pandemi menyebabkan rencana Final Investment Decision (FID) dari beberapa mega proyek tersebut mundur akibat kejutan yang terjadi pada industri petrokimia.

Industri petrokimia berencana membangun mega proyek petrokimia antara lain PT Lotte Chemicals membangun 1 juta ton etilin, 500 ribu propilin, 250 ribu ton High Density Polyethylene (HDPE), 400 ribu ton polipropilin.

Kemudian,PT Chandra Asri Petrochemical Tbk membangun 1.050 ribu ton etilin, 585 ribu ton propilin, 750 ribu ton HDPE, 450 ribu Ton dan LDPE 300 ribu ton, 450 ribu ton polipropilin, 460 ribu ton pygas, 400 ribu ton crude C4 dan 160 ribu ton butadin. Selain itu, PT Pertamina (Persero) akan membangun naphta cracker dengan kapasitas 1 juta ton etilin di Tuban.

Kemudian PT Nippon Shokubai Indonesia memperluas 100 ribu ton acrylic acid dan 60 ribu ton super absorber polimer, PT Asahi Chemicals memperluas 200 ribu ton polyvinyl chloride; PT IPC memperluas 20 ribu ton PET, serta PT Sulfindo menambah 290 ribu ton VCM, dan 250 ribu ton PVC.

“Selain hambatan dari situasi pandemi, mega proyek tersebut juga berpotensi terkendala oleh regulasi masa kredit PPN Indonesia yang terlampau pendek. Berdasarkan PMK Nomor 31/PMK.03/2014, masa pengkreditan PPN Masukan hanya diberikan selama 3 (tiga) tahun, dengan tambahan maksimal 2 tahun,” ungkap Suhat.

Pendeknya masa kredit PPN tersebut menyebabkan mayoritas mega proyek petrokimia tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan (Input Tax) terhadap belanja modal (Capital Expenditure / CAPEX), yang justru banyak dibelanjakan mendekati akhir masa konstruksi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement