Anggota DPR: SKB Seragam Sekolah Bisa Picu Kontroversi

Anggota DPR dari FPAN mengatakan SKB seragam sekolah mengebiri otonomi daerah.

Ahad , 07 Feb 2021, 13:14 WIB
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus.
Foto: Dok DPR
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mendesak pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang ketentuan penggunaan seragam sekolah beratribut agama. Guspardi menilai kebijakan tersebut tidak bijak dan berpotensi memicu kontroversi.

"Apalagi SKB ini diberlakukan di seluruh daerah di Indonesia. Tentu hal ini kurang bijak dan tidak adil serta dapat memicu kontroversi," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Sabtu (6/2).

Baca Juga

Mantan akademisi UIN Imam Bonjol Padang ini mengatakan kebijakan yang diterbitkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tersebut merupakan sikap pemerintah yang gagal paham dalam menyikapi persoalan dan sangat berlebihan. Sementara itu, kasus yang terjadi di SMKN 2 Padang yang terjadi beberapa waktu lalu juga telah diselesaikan oleh Pemda Sumbar.

"SKB ini juga telah mengebiri semangat otonomi daerah no 32 /2004 dan diamandemen dengan UU no 12/2008. Kewengan pengaturan dan tata cara berpakaian di sekolah ini harusnya cukup diatur oleh pemerintah daerah bukan oleh pemerintah pusat," ungkapnya.

Selain itu, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menilai bahwa aturan dalam SKB tersebut salah kaprah dan berpotensi menimbulkan permasalan baru lantaran terkesan membebaskan para peserta didik yang notabene belum dewasa untuk boleh memilih seragam dan atribut tanpa atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Ia khawatir hal tersebut akan menggiring dan mendorong para peserta didik berpikir liberal. 

"Padahal cita-cita pendidikan nasional itu adalah menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional," ujarnya.

Menurutnya masih banyak persoalan dunia pendidikan yang lebih penting untuk diprioritas. Seperti pembelajaran daring (jarak jauh) akibat Covid-19 untuk murid-murid di daerah terpencil dan tertinggal yang tidak ada aliran listrik dan jaringan internetnya. 

"Persoalan ini kan harus segera dituntaskan. Ini justru keluar SKB 3 menteri, saat masih banyak sekolah yang belum menyelenggarakan belajar tatap muka," ucapnya.