Kamis 04 Feb 2021 15:27 WIB

Pola Makan Ini Bisa Dukung Pertumbuhan Mikroba Baik di Usus

Mikroorganisme atau mikrobiom sebagian besar dibentuk oleh apa yang dimakan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Kebiasaan makan kaya nutrisi dengan makanan utuh bisa mendukung pertumbuhan mikroba baik di usus (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Kebiasaan makan kaya nutrisi dengan makanan utuh bisa mendukung pertumbuhan mikroba baik di usus (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Triliunan bakteri dan mikroba hidup dalam usus manusia. Bakteri dan mikro tersebut memainkan peran penting dalam kesehatan usus.

Studi internasional menemukan, komposisi mikroorganisme atau mikrobiom itu sebagian besar dibentuk oleh apa yang dimakan. Dengan menganalisis pola makan, kesehatan, dan mikrobioma pada sekitar 1.100 orang, para peneliti menemukan sebuah pola. Kebiasaan makan kaya nutrisi dengan makanan utuh bisa mendukung pertumbuhan mikroba baik.

Terlalu banyak mengonsumsi makanan olahan dengan tambahan gula, garam, dan zat aditif lainnya menunjukkan efek sebaliknya. Kebiasaan itu dikaitkan dengan memburuknya kesehatan kardiovaskular dan metabolisme.

Artinya, apa yang dimakan memiliki dampak yang lebih kuat pada susunan mikrobiom daripada kondisi awal akibat gen. Para periset juga menemukan ada makanan nabati dan hewani yang menguntungkan kondisi mikrobioma.

Itu ditemukan pada peserta studi yang sering menyantap makanan segar dengan pemrosesan minimal. Mengonsumsi sayuran, kacang-kacangan, telur, dan makanan laut, membuat orang cenderung memiliki bakteri usus yang menguntungkan.

Sementara, banyak minum minuman manis, roti putih, biji-bijian olahan, serta daging olahan dalam jumlah besar memicu perkembangan mikroba buruk. Komposisinya dikaitkan dengan kondisi metabolisme yang buruk.

Salah satu penulis studi, Sarah E Berry, menyampaikan pedoman umum, yakni makanlah sebanyak mungkin makanan utuh dan tidak diolah. Pakar nutrisi di King's College London itu menyarankan untuk menghindari menu yang banyak diproses.

"Apa yang ditunjukkan penelitian ini untuk pertama kalinya adalah hubungan antara kualitas makanan yang dimakan, kualitas mikrobiom, dan pada akhirnya hasilnya untuk kesehatan," kata Berry, seperti dikutip dari laman WA Today.

Temuan baru tersebut berasal dari studi internasional tentang nutrisi yang dipersonalisasi bertajuk "Predict". Proyek penelitian terbesar di dunia itu dimaksudkan untuk melihat respons individu terhadap makanan.

Riset dimulai pada 2018 oleh peneliti kesehatan masyarakat Inggris Tim Spector. Para pesertanya adalah orang dewasa yang sebagian besar sehat di Amerika Serikat dan Inggris, termasuk ratusan saudara kembar identik dan nonidentik.

Para peneliti mengumpulkan data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme dan risiko penyakit. Mereka menganalisis diet, mikrobioma, dan lemak tubuh peserta, juga mengambil sampel darah peserta sebelum dan sesudah makan.

Tim pun memantau pola tidur dan aktivitas fisik peserta. Selama dua pekan, semua peserta diminta memakai monitor glukosa terus-menerus guna melacak respons gula darah terhadap makanan yang berbeda.

Hasilnya, genetika hanya memainkan peran kecil dalam membentuk mikrobioma. Saudara kembar identik berbagi 34 persen mikroba usus yang sama, sementara orang yang tidak terkait berbagi sekitar 30 persen mikroba yang sama.

Studi yang terbit di jurnal Nature Medicine itu diharapkan dapat membantu dokter dan ahli gizi mencegah atau bahkan mungkin mengobati beberapa penyakit terkait diet. Dengan begitu, mereka bisa meresepkan diet yang dipersonalisasi.

Menurut peneliti, pola makan sebaiknya didasarkan pada susunan unik mikrobiom mereka dan faktor lainnya. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada satu jenis diet yang cocok untuk semua orang.

Penulis lain, Andrew T Chan, adalah profesor kedokteran di Harvard Medical School dan Rumah Sakit Umum Massachusetts. Dia mengingatkan bahwa orang yang berbeda dapat memiliki respons metabolik yang sangat berbeda terhadap makanan.

"Apa yang kami temukan dalam penelitian kami adalah bahwa diet yang sama pada dua individu yang berbeda tidak mengarah pada mikrobioma yang sama, dan tidak mengarah pada respons metabolik yang sama," kata Chan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement