Kamis 04 Feb 2021 12:57 WIB

Punya Aset Besar, OJK: BSI Harus Jangkau Daerah Pelosok

BSI perlu melakukan berbagai upaya untuk menjangkau masyarakat di daerah.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Karyawan melintas di dekat logo Bank Syariah Indonesia (BSI) KC Jakarta Barat, Senin (1/2). PT Bank Syariah Indonesia Tbk., entitas usaha hasil penggabungan tiga bank syariah milik Himbara, resmi hadir dan beroperasi di Indonesia. Bank Syariah Indonesia berkomitmen untuk menjadi lembaga perbankan yang melayani segala lini masyarakat, menjadi bank yang modern, serta inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip Syariah.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan melintas di dekat logo Bank Syariah Indonesia (BSI) KC Jakarta Barat, Senin (1/2). PT Bank Syariah Indonesia Tbk., entitas usaha hasil penggabungan tiga bank syariah milik Himbara, resmi hadir dan beroperasi di Indonesia. Bank Syariah Indonesia berkomitmen untuk menjadi lembaga perbankan yang melayani segala lini masyarakat, menjadi bank yang modern, serta inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip Syariah.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sejumlah tantangan masih besar yang akan dihadapi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Bahkan predikat Bank Syariah Indonesia sebagai bank dengan posisi tujuh terbesar nasional secara aset tidaklah cukup untuk melayani masyarakat hingga pelosok daerah.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan Bank Syariah Indonesia perlu melakukan berbagai upaya untuk menjangkau masyarakat di daerah. Hal ini mengingat masih rendahnya tingkat pemahaman masyarakat atas produk dan layanan keuangan syariah.

Baca Juga

"Tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 9,10 persen, sedangkan konvensional 76,19 persen. Tingkat literasi keuangan syariah sebesar 8,93 persen, sedangkan konvensional 38,03 persen,” ujarnya saat acara Index Debut Bank Syariah Indonesia secara virtual, Kamis (4/2).

Selanjutnya, kata Wimboh, masih terbatasnya sumber daya manusia dan kapasitas industri keuangan syariah. Hal ini penting agar SDM Syariah memiliki kualitas dengan kapasitas yang tinggi, sehingga mampu meningkatkan daya saing keuangan syariah terutama dalam mengakselerasi digitalisasi produk dan layanan masa pandemi.

“Tantangan lainnya mengenai competitiveness produk dan layanan keuangan syariah yang belum setara dibandingkan konvensional. Model bisnis dan variasi produk syariah yang relatif masih terbatas," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement