Rabu 03 Feb 2021 12:50 WIB

Dokter-Dokter di Myanmar Berhenti Kerja untuk Protes Kudeta

Dokter-dokter menyebut tentara Myanmar menempatkan kepentingan sendiri saat pandemi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
 Pendukung militer Myanmar berkumpul di dekat truk yang dihiasi dengan bendera militer, bendera agama Buddha, dan bendera nasional Senin, 1 Februari 2021, di Yangon, Myanmar. Televisi militer Myanmar mengatakan Senin bahwa militer mengambil kendali negara selama satu tahun, sementara laporan mengatakan banyak politisi senior negara itu termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan.
Foto: AP/Thein Zaw
Pendukung militer Myanmar berkumpul di dekat truk yang dihiasi dengan bendera militer, bendera agama Buddha, dan bendera nasional Senin, 1 Februari 2021, di Yangon, Myanmar. Televisi militer Myanmar mengatakan Senin bahwa militer mengambil kendali negara selama satu tahun, sementara laporan mengatakan banyak politisi senior negara itu termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Staf dan dokter di 70 rumah sakit dan departemen medis di 30 kota di seluruh Myanmar melakukan protes atas kudeta militer, Rabu (3/2). Mereka menghentikan pekerjaan untuk memprotes kudeta yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar serta tokoh politik lain.

Sebuah pernyataan dari Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar yang baru dibentuk, mengatakan, tentara telah menempatkan kepentingannya sendiri di atas populasi rentan yang menghadapi kesulitan selama pandemi Covid-19. Sekurangnya lebih dari 3.100 jiwa meninggal dunia karena Covid-19 di seluruh Myanmar.

Baca Juga

"Kami menolak untuk mematuhi perintah apa pun dari rezim militer tidak sah yang menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati pasien kami yang malang," kata sebuah pernyataan dari kelompok protes itu.

Empat dokter mengonfirmasi bahwa mereka telah berhenti bekerja. Namun, tidak ingin diidentifikasi identitasnya.

"Saya ingin tentara kembali ke asrama mereka dan itulah mengapa kami para dokter tidak pergi ke rumah sakit," kata seorang dokter berusia 29 tahun di Yangon kepada Reuters. "Saya tidak memiliki kerangka waktu berapa lama saya akan terus melakukan teguran ini. Itu tergantung situasinya," ujarnya menambahkan.

Baca juga : Jenderal Myanmar Klaim Lakukan Kudeta Sesuai Hukum

Kelompok pelajar dan pemuda juga bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil. Dalam protes publik terbesar terhadap kudeta sejauh ini, orang-orang di pusat komersial Yangon meneriakkan "pergilah kejahatan". Para warga juga memukuli pot logam pada Selasa (2/2) malam sebagai isyarat tradisional untuk mengusir kejahatan atau karma buruk. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement