Selasa 02 Feb 2021 23:15 WIB

Ekonomi Myanmar Diprediksi Rusak Akibat Kudeta Militer

AS sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada Myanmar.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Fuji Pratiwi
Bendera Myanmar. Para pelaku bisnis dan analis memperkirakan kudeta di Myanmar kemungkinan besar akan merusak perekonomian negara tersebut.
Foto: wikipedia
Bendera Myanmar. Para pelaku bisnis dan analis memperkirakan kudeta di Myanmar kemungkinan besar akan merusak perekonomian negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Para pelaku bisnis dan analis memperkirakan kudeta di Myanmar kemungkinan besar akan merusak perekonomian negara tersebut.

Mereka mengatakan kudeta telah membahayakan investasi asing senilai miliaran dolar AS. AS telah mengatakan sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi tambahan pada Myanmar, yang merupakan salah satu negara termiskin di kawasan Asia.

Baca Juga

Namun, dampak sanksi AS bisa dibatasi karena sebagian besar investasi negara tersebut berasal dari Asia.

Menurut Bank Dunia, dilansir di BBC, Selasa (2/2), Singapura adalah investor asing terbesar di Myanmar tahun lalu. Singapura berkontribusi 34 persen dari keseluruhan investasi yang disetujui di sana. Kemudian Hong Kong adalah investor terbesar kedua dengan kontribusi 26 persen.

Komitmen Investasi Asing Langsung (FDI) ke Myanmar bernilai 5,5 miliar dolar AS pada tahun fiskal 2020, yang berakhir pada September.

Baca juga : Viral Khing Hnin Wai Tetap Bersenam di Tengah Kudeta Myanmar

Real estat dan manufaktur masing-masing menyumbang sekitar 20 persen dari angka itu. Angka-angka ini diperkirakan akan turun secara signifikan tahun ini karena pandemi Covid-19.

Vriens & Partners, konsultan urusan pemerintah yang saat ini menangani proyek senilai 3 miliar- 4 miliar dolar AS untuk klien asing yang berinvestasi di Myanmar. Proyek-proyek yang mereka tangani terutama di sektor energi, infrastruktur dan telekomunikasi. "Itu semua berisiko sekarang," kata Managing Partner Vriens & Partners, Hans Vriens.

"Negara ini telah terpukul parah oleh Covid-19 dan berkurangnya keinginan untuk berinvestasi. Dan sekarang kita memiliki ini di atas." tambahnya.

Sanksi dapat berdampak signifikan pada investasi asing, dengan perusahaan Barat dan Jepang berpikir dua kali tentang proyek di Myanmar.

Dengan AS yang sudah mempertimbangkan sanksi terhadap Myanmar, Vriens berpikir sejumlah pelaku bisnis mungkin mengalihkan usahanya ke China. "Ini benar-benar satu-satunya negara yang bisa mereka tuju," katanya.

Baca juga : Militer Myanmar Serahkan Kekuasaan Setelah Masa Darurat Usai

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement