Selasa 02 Feb 2021 16:40 WIB

Holding BUMN Baterai Ditargetkan Rampung Semester I 2021

Industri ini akan jadi masa depan karena energi yang dikonversikan ke baterai.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pengisian baterai mobil listrik(ilustrasi)
Foto: antara
Pengisian baterai mobil listrik(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan holding Indonesia Battery Corporation (IBC) yang terdiri atas Mind ID, Antam, Pertamina, dan PLN terbentuk pada semester I tahun ini. Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury holding IBC merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam membangun industri baterai yang terintegrasi. Pahala menjelaskan Mind ID dan Antam akan fokus dalam sektor hulu, sementara sektor hilir menjadi tanggung jawab PLN dan Pertamina.

"Kita berharap pembetukan IBC bisa dibentuk di semester I tahun ini. Kita sudah sepakati antara empat perusahaan ini, mudah-mudahan sudah bisa berdiri," ujar Pahala saat Webinar bertajuk 'EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia' di Jakarta, Selasa (2/2).

Pahala mengatakan industri baterai akan menjadi masa depan lantaran ada pemikiran bentuk energi bisa dikonversikan dalam bentuk baterai. Pahala menyampaikan energi baru terbarukan (EBT) memerlukan adanya satu tempat penyimpanan. 

"EBT itu umumnya intermiten bagaimana keberlanjutan stabilitas yang dilakukan pengguna menjadi kendala, oleh karena itu baterai menjadi menjadi ramai diperbincangkan," ucap Pahala.

Pahala mengatakan Indonesia memiliki posisi yang kuat untuk bisa membangun industri //electric vehicle battery// (EV battery) atau industri baterai yang terintegrasi. Pasalnya, lanjut Pahala, Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada 2020 dan bisa menjadi salah satu yang terbesar pada 2030-2045. 

"Kita diketahui sebagai negara yamg kuat di sumber daya alam, khususnya mineral untuk produksi baterai, salah satunya nikel Indonesia miliki cadangan nomor satu di dunia," ungkap Pahala.

Kementerian BUMN, kata Pahala, ingin memastikan Indonesia tak sekadar memiliki sumber daya, melainkan juga mampu mempunyai pasar bagi industri baterai ke depan. 

"Jangan sampai apa yang terjadi abad 18 sampai saat ini terjadi lagi, yang mana kita mempunyai sumber daya dan membutuhkan tapi tidak menjadi pemain yang memproduksi. Kita hanya menjadi pengekspor saja, penciptaan nilai tambah kita tidak terlihat," lanjut Pahala.

Pahala menyampaikan pasar penjualan roda dua dan roda empat di Indonesia termasuk salah satu yang terbesar di dunia. Menurut Pahala, Indonesia harus membangun keuntungan rantai pasok yamg kompetitif. Kata Pahala, prospek pengembangan industri baterai sangat strategis. Hal tersebut yang mendasari adanya konsorsium BUMN melalui holding IBC.

"Pengembangan industri baterai juga mendapatkan perhatian khusus dari Pak Menteri Erick agar BUMN betul-betul jadi pendorong industri baterai yang terintegrasi," tambah Pahala.

Pahala mengatakan holding IBC nantinya juga bisa bekerja sama dan pengembangan perusahaan patungan atau joint venture dengan calon mitra potensial, baik dari Cina, Korsel, AS, atau Eropa.

"Tiga sampai empat negara ini yang kita anggap para pemain utama global yang bisa membawa uang, teknologi, dan pasar sehingga apa yang diproduksi dalam bagian value chain ini bisa dikerja samakan," kata Pahala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement