Senin 01 Feb 2021 14:02 WIB

Pilkada 2024, Pengamat: Demokrasi akan Mati Secara Perlahan 

Banyak kepala daerah dizalimi karena masa jabatannya berkurang demi pilkada sertak.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Pangi Syarwi Chaniago.
Foto: dok. Pribadi
Pangi Syarwi Chaniago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menanggapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan diadakan pada 2024. Menurutnya, pemerintah sedang mengalami penyakit amnesia. Sebab, dengan begitu cepat mereka melupakan argumentasi yang pernah digunakan untuk tetap melaksanakan pilkada pada tahun lalu.

"Argumen yang sama mengapa tidak dipakai kembali untuk tetap konsisten melakukan normalisasi trayek pilkada serentak di tahun 2022 dan 2023? Bagaimana mungkin secara akal sehat pemerintah mendukung dan memberikan sinyal pilkada serentak hanya di tahun 2024? Itu berarti akan ada kurang lebih 272 kepala daerah yang Plt?," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (1/2).

Menurutnya, hal ini dapat merusak kualitas demokrasi, disharmoni dan disorder. Dia mencermati, justru banyak kepala daerah yang dizalimi karena masa jabatannya berkurang hanya demi ambisi pilkada serentak yang tidak tahu apa manfaatnya dan keuntungannya sampai hari ini. 

"Korelasi linear efisiensi cost pun kami belum temukan? Ini yang saya maksud cacat bawaan demokrasi karena pemerintah yang tidak konsisten sikapnya," kata dia.

 

 

photo
photo
Warga di TPS 07 Desa Tugu Kidul, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu mengikuti pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Serentak 2020 Kabupaten Indramayu. - (Republika/Lilis SriHandayani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement