Baleg Belum Harmonisasikan Draf RUU Pemilu

Baleg segera melakukan harmonisasi dengan Komisi II dan fraksi.

Senin , 01 Feb 2021, 12:46 WIB
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menegaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum tentu akan direvisi atau tidak. Bahkan, Baleg DPR belum melakukan harmonisasi draf revisi yang diusulkan Komisi II dan masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 itu.

"Karena program legislasi nasional itu belum kita tetapkan dalam paripurna. Nah kalau nanti prolegnasnya sudah ditetapkan, maka kemudian Baleg melakukan harmonisasi," ujar Supratman di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (1/2).

Baca Juga

Jika Prolegnas Prioritas 2021 sudah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR, Baleg segera melakukan harmonisasi dengan Komisi II dan fraksi. Dari forum tersebut, akan diputuskan apakah UU Pemilu akan direvisi atau tidak.

"Baleg melakukan harmonisasi, apakah nanti fraksi-fraksi menyetujui tergantung sikap akhirnya dalam pandangan mini fraksi," ujar Supratman.

Untuk saat ini, kata Supratman, penyelenggaraan Pemilu masih merujuk UU Pemilu yang ada. Termasuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada), yang akan tetap dilaksanakan pada 2024.

"Terkait dengan PT (parliamentary threshold), kemudian district magnitude, kemudian presiden threshold, semua itu tidal terkait UU 16 tentang Pilkada, jadi itu dua hal yang berbeda," ujar Supratman.

Diketahui, RUU Pemilu yang tengah digodok DPR juga akan mengatur jadwal pilkada. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengeklaim bahwa sebagian besar fraksi setuju pilkada digelar pada 2022.

"Hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja tiga kali, jadi 2020-2025 2022-2027 2023-2028 dan seterusnya," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Selasa (26/1).

Ia menjelaskan ada sejumlah pertimbangan alasan DPR melakukan normalisasi atau penjadwalan ulang pelaksanaan pilkada, salah satunya dari sisi keamanan. Dalam praktiknya, ada pilkada di sebuah kabupaten yang aparat keamanan tidak memadai sehingga harus meminta bantuan dari kepolisian daerah terdekat.

"Kalau misal disatukan ada sesuatu yang luar biasa nanti bagaimana mobilisasi dari keamanan. Itu baru sisi hal keamanan, belum dari hal-hal lain, itulah pertimbangannya kenapa kita minta dijadwal seperti sekarang," ujarnya.