Senin 01 Feb 2021 09:44 WIB

AS Bereaksi Soal Kremasi Jenazah Muslim di Sri Lanka

Kremasi jenazah Muslim di Sri Langka ditanggapi AS.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
AS Bereaksi Soal Kremasi Jenazah Muslim di Sri Langka. foto: Ilustrasi kremasi jenazah
Foto: AP / Markus Schreiber
AS Bereaksi Soal Kremasi Jenazah Muslim di Sri Langka. foto: Ilustrasi kremasi jenazah

REPUBLIKA.CO.ID,  KOLOMBO—Kebijakan Sri Lanka tentang kremasi paksa korban Covid-19 menuai kecaman dan protes secara domestik mapun internasional, termasuk berbagai organisasi hak asasi manusia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Human Rights Watch (HRW).

Departemen Luar Negeri, Duta Besar, Senator Amerika Serikat juga mendesak Sri Lanka untuk menghentikan kebijakan wajib kremasi mereka. Penghapusan kebijakan itu dilakukan untuk menghormati ragam tradisi yang dianut masing-masing komunitas, termasuk Muslim yang tidak menganut sistem kremasi.

Baca Juga

Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan keprihatinan mereka melalui Twitter, mendesak Sri Lanka mengikuti pedoman kesehatan masyarakat internasional agar keluarga dapat mengirim orang yang mereka cintai yang telah meninggal sambil menghormati keyakinan agama dan tradisi budaya.

Alaina B Teplitz, duta besar AS untuk Sri Lanka men-tweet ulang tweet departemen luar negeri, dan menambahkan bahwa pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memungkinkan penguburan mereka yang meninggal karena Covid-19, dan mendesak Sri Lanka untuk menghormati tradisi komunitasnya yang beragam.

Senator Amerika Serikat dan mantan ketua bersama Kaukus Sri Lanka di Dewan Perwakilan AS, Chris Van Hollen, juga menyuarakan keprihatinan tentang kremasi paksa terhadap umat Islam dalam sebuah surat kepada utusan Sri Lanka di Amerika Serikat, Ravinatha P. Aryasinha.

“Karena tindakan mengkremasi jenazah dilarang dalam Islam, kebijakan ini telah memperburuk stres dan kesedihan komunitas Muslim di Sri Lanka. Ini telah menyangkal korban COVID-19, dan keluarga mereka, dari hak pemakaman Islam,” ujarnya yang dikutip di Tamil Guardian, Senin (1/2).

Duta Besar Ariyaratne, Senator Van Hollen juga menjelaskan, pedoman WHO telah mengizinkan penguburan bagi pasien meninggal akibat Covid-19. “Tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa kremasi sebagai pengganti penguburan tradisional akan mencegah penyebaran COVID-19", sambungnya yang juga menyebut bahwa memaksakan kremasi adalah pelanggaran hak asasi manusia.

“Pakar hak asasi manusia dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa penerapan kremasi sebagai satu-satunya pilihan untuk menangani jenazah yang dikonfirmasi atau diduga COVID-19 adalah pelanggaran hak asasi manusia. PBB sangat mendesak Pemerintah Sri Lanka untuk menghentikan kremasi paksa jenazah COVID-19,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement