Senin 01 Feb 2021 07:47 WIB

Islam Agama Transnasional, Impor, dan Arogan?

Benarkah tuduhan bahwa Islam agama transnasional, impor, dan arogan?

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920
Foto: Gahetna.nil
Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Lazimnya, menjelang Isya saya selalu bercakap melalui telepon dengan Prof DR Abdul Hadi WM tentang tema atau kabar mutakhir Indonesia. Kali ini, saya bertanya mengenai tuduhan yang menjadi kontroversi tentang Islam adalah agama arogan, impor dari Arab, dan salah satu pemahaman di dalamnya, yakni Wahabi dan Salafi sebagai paham agama transnasional.

Saya tahu persis, Prof Hadi pasti mampu menerangkannya dengan sangat baik. Penghayatannya akan praktik dan kajian tasawuf hingga ajaran sejarah umum dan tarikh Islam begitu dalam. Apalagi, dia menulis disertasi dan mengajarkannya mengenai kajian tasawuf di berbagai universitas baik dalam dan luar negeri. Kepakaran ini makin berarti karena Prof Hadi adalah salah satu pelopor sastra sufi di Indonesia yang tonggaknya di mulai pada awal era 1970-an.

Pada bagian pertama, yakni soal agama transnasional, beliau berbicara sangat mengena. Dia pun bertanya apa maksud dari istilah agama Islam (yakni pemahaman Salafi dan Wahabi) sebagai transnasional?

Mengenai itu, beliau menjawab, agama-agama besar seperti Islam, Kristen Protestan, dan Katolik, semuanya transnasional. Mereka bukan agama 'nasional' seperti Konghucu, Yahudi, Sikh, Sinto, dan lainnya.

''Kalau Salafi itu pemahaman agama transnasional, di agama Kristen juga ada. Salafi kan berpandangan ortodoks, ingin kembali ke akar. Nah, di agama lain juga ada, di Yahudi, Hindu juga ada. Cuma, Salafi dan Wahabi kini dijadikan propaganda pihak kekuatan dunia tertentu dengan mengkaitkannya dengan terorisme. Di agama lain juga ada yang berpemikiran model puritan seperti Salafi. Jadi, bukan hanya Islam saja,'' tegasnya.

Salafi itu pun banyak macamnya. Apakah akan mencontoh gaya pemikiran Umar bin Khatab atau gaya era khilafah Abassiyah. Umar begitu puritan, sedangkan Abbasiyah menyukai filasafat dan seni.

''Lagi pula, Salafi adalah semacam sebutan untuk orang yang mengikuti aliran dalam Islam Sunni. Di NU, misalnya, kata Salafiyah akrab dipakai sebagai nama pesantren. Ini seperti nama pesantren besar di Situbondo atau juga pesantren modern Gontor. Jadi, jangan hantam kromo dalam soal ini kalau tak paham,'' tegasnya.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement