Ahad 31 Jan 2021 08:44 WIB

Korea Bisa Hidupkan Suara Penyanyi yang Telah Meninggal

Teknologi kecerdasan buatan bisa menirukan suara khas dari Kim Kwang-seok

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Kecerdasan buatan/ilustrasi
Foto: wordpress.com
Kecerdasan buatan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Meskipun penyanyi folk rock ternama Korea Selatan, Kim Kwang-seok telah meninggal selama hampir 25 tahun, para penggemar akan dapat mendengar kembali suara indahnya. Teknologi kecerdasan buatan (AI) yang telah dibuat mampu menirukan suara khas dari Kim, mulai dari lagunya sendiri hingga lagu dari penyanyi saat ini.

Sistem AI suara, Singing Voice Synthesis (SVS) yang diciptakan, mempelajari 20 lagu Kim berdasarkan alat pelatihan dengan lebih dari 700 lagu Korea untuk meningkatkan akurasi. Perusahaan AI Supertone yang membuat teknologi ini mengklaim, sistem dapat meniru lagu baru dengan gaya Kim sendiri.

Dilansir dari Alarabiya, dalam penampilan AI dengan suara Kim Kwang-seok menjadi bagian dari acara televisi yang ditayangkan oleh saluran Korea Selatan SBS, “Competition of the Century: AI vs Human. " Suara mendiang Kim digunakan untuk membawakan 'I miss you,' sebuah balada yang dirilis pada tahun 2002.

"Yang paling kami pedulikan dan khawatirkan adalah meminta izin keluarga Kim," kata Kim Min-ji, produser acara tersebut.

“Tapi saat kami memutar audio AI untuk keluarganya, mereka sangat senang.  Awalnya mereka khawatir, tapi setelah mendengarkan hasilnya, mereka mengatakan Kim Kwang-seok seperti kembali hidup-hidup, ” tambahnya.

Produser untuk acara itu, Nam Sang-soo mengatakan sangat penting agar membuat suara yang dihasilkan seakurat mungkin supaya rasa dari lagu bisa sampai ke penonton.

“Ini tentang menyanyikan lagu dengan emosi.  Dan setiap nada harus terhubung secara alami, sehingga emosi dapat disampaikan, yang merupakan poin kunci dari teknologi.  Para pengembang melatih AI untuk meniru organ vokal manusia, "kata Nam.

Ketakutan seputar penggunaan AI dalam hal hak cipta dan kemungkinan pelanggaran etika juga harus ditangani. “Kita seharusnya tidak hanya melihat AI dalam kategori hak cipta, tetapi juga memikirkan cara menggunakan teknologi AI sebagai alat yang dapat membantu manusia dan membuat kita bahagia,” kata Nam.

Seorang penduduk Seoul, Im Uk-jin (29 tahun) mengatakan  tidak setuju dengan proyek tersebut.

“Kekhawatiran terbesar saya adalah AI bertindak seperti manusia.  Ada serangkaian keterampilan dan kebiasaan asli yang hanya dapat dimiliki oleh manusia.  Jika AI bisa meniru semua itu, bumi akan didominasi oleh AI, bukan manusia di masa depan.  Saya khawatir," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement