Ahad 31 Jan 2021 06:38 WIB

Serangan Masjid Quebec Dijadikan Hari Peringatan Nasional

29 Januari jadi hari untuk menghormati para korban serangan masjid Kota Quebec

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Petugas polisi tim SWAT berjalan mengelilingi masjid setelah penembakan di Kota Quebec, 29 Januari 2017.
Foto: Jerusalem Post
Petugas polisi tim SWAT berjalan mengelilingi masjid setelah penembakan di Kota Quebec, 29 Januari 2017.

REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Pemerintah federal menjadikan 29 Januari sebagai hari untuk menghormati para korban serangan mematikan di masjid Kota Quebec, 2017 lalu. Menteri Warisan Budaya Kanada Steven Guilbeault, membuat pengumuman ini sehari sebelum ulang tahun keempat serangan itu.

Enam orang dilaporkan tewas dan 19 luka parah ketika seorang pria bersenjata menyerbu Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebec. Serangan yang mengejutkan negara itu dikutuk sebagai tindakan terorisme. Di hari itu, secara resmi disebut sebagai Hari Peringatan Nasional Serangan dan Aksi Masjid Kota Quebec terhadap Islamofobia.

"Warga Kanada memiliki kewajiban mengingat para korban dan bertanggung jawab memerangi diskriminasi. Tragedi ini mengingatkan kita akan urgensi melawan tindakan kebencian dan radikalisasi daring," kata Guilbeault, dilansir di Daily Hive, Jumat (29/1).

Ia melanjutkan, korban meninggal dunia, yakni Ibrahima Barry, Mamadou Tanou Barry, Khaled Belkacemi, Abdelkrim Hassane, Azzeddine Soufiane, Aboubaker Thabti merupakan ayah, suami, orang yang dicintai, kolega dan seorang Muslim.

Kematian mereka merupakan berita yang sangat memilukan bagi orang yang mereka cintai, serta komunitas Muslim di seluruh dunia maupun warga Kanada. "Islamofobia, kebencian dan radikalisasi, maupun penyangkalan terhadap kenyataan, adalah akar dari kejahatan yang mengerikan ini," lanjutnya.

Dewan Nasional Muslim Kanada (NCCM) menjadi salah satu dari banyak komunitas yang mendesak pemerintah menetapkan hari peringatan itu. Mereka mengatakan, peringatan ini akan digunakan sebagai pengingat akan nyawa yang hilang dan upaya membongkar kebencian dan rasisme.

Kemarahan penembak ini didasarkan rasisme dan disulut melalui  media sosial. NCCM mengatakan, itu menjadi alasan mereka mengadvokasi peraturan untuk menangani kebencian yang beredar daring, sambil menghormati kebebasan sipil.

"Masih banyak yang perlu dilakukan dalam penindakan atas rasisme ini, termasuk pembongkaran 300 kelompok supremasi kulit putih yang beroperasi di Kanada," kata  CEO NCCM, Mustafa Farooq.

Pelaku aksi, Alexandre Bissonnette, akhirnya mengaku bersalah atas enam tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan enam percobaan pembunuhan. Awalnya, ia dijatuhi hukuman 40 tahun penjara tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement