Ahad 31 Jan 2021 05:23 WIB

Betawi Bedol Desa: Digusur dari Senayan, Jadi OKB di Tebet

Presiden Soekarno menggusur ribuan orang Betawi di Senayan untuk dijadikan GBK.

Foto ariel Gelora Bung Karno (GBK). Demi terbangunnya kompleks olahraga tersebut, ribuan orang Betawi bedol desa alias digusur dan dipindahkan ke Tebet.
Foto:

Oke, kita kembali ke penggusuran warga Betawi dari kampungnya menuju Tebet. Dalam buku Jakarta 1960-an ditulis, Di era 1960-an, wilayah Tebet masih berupa perkampungan dengan jalan yang masih tanah dan belum beraspal. Sehingga jalan di Tebet akan berlumpur ketika hujan turun.

Warga asli Tebet yang sangat agamis kebanyakan menjadi petani buah-buahan, mulai dari duku sampai durian. Bahkan di era tersebut masih banyak dijumpai pemantang sawah dan rawa di Tebet.

Karena bedol desa orang Betawi dari Senayan itulah, Tebet yang dahulunya perkampungan dengan hamparan sawah, perkebunan buah luas, dan banyak bulakan, berubah menjadi permukiman padat penduduk. Kisah penggusuran warga Betawi dari Senayan juga diceritakan secara apik dan jenaka di sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Di salah satu episodenya, Babe Sabeni, ayahnya Si Doel, mengajak keluarganya untuk ziarah ke bekas tanah leluhurnya. Apalagi kalau bukan di Senayan.

TEBET, DARI RAWA HINGGA MENJADI LAHAN 'MAHAL'

Wilayah sekitar Tebet. Terlihat Patung Dirgantara (orang sering menyebutnya Patung Pancoran) dan jalan layang sedang dalam pembangunan.

Dalam buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta karya Rachmat Ruchiyat, nama Tebet sebenarnya sudah ada sejak VOC menguasai Hindia Belanda awal abad ke-16. Letak geografis yang lebih rendah dari wilayah lain, membuat Tebet dijadikan kawasan penampungan hujan dan resapan air.

Tebet berasal dari bahasa sunda kuno 'Tebat' atau 'Tebet', berarti rawa. Belum banyak permukiman di sana. Untuk menampung ribuan warga Betawi yang digusur dari Senayan, pemerintah "mengeringkan" rawa-rawa di wilayah tersebut dan menimbunnya dengan tanah sehingga bisa dihuni.

Warga Betawi yang terkena gusuran saat itu disebut mendapatkan ganti untung berupa uang dan kavling tanah di Tebet yang berjarak sekitar 10 KM dari Senayan. Ada ribuan kavling tanah yang disiapkan pemerintah Orde Lama di Tebet.

Uang yang didapatkan kontan. Jumlahnya disebut setimpal sehingga tidak banyak warga Betawi yang protes. Akibatnya ribuan orang Betawi itu menjadi orang kaya baru alias OKB. Alasan itulah, orang-orang yang tinggal di daerah Tebet pada 1970-an dikenal dengan sebutan "warga gusuran Senayan".

Namun, cerita lain menyebut ada intimidasi kepada warga Betawi dari program bedol desa tersebut. Sehingga pemindahan besar-besaran itu tidak sepenuhnya karena keikhlasan rakyat.

Meski nyaris tidak ada cerita sengketa penggusuran, pemindahan besar-besaran warga Betawi dari Senayan ke Tebet menemui banyak masalah. Salah satunya faktor keamanan.

Maling atau rampok kerap menyatroni warga Betawi yang baru saja menerima banyak uang gusuran. Saat itu, orang Betawi lebih suka menyimpan di celengan bambu, kotak kayu, bahkan karung. Mereka belum percaya bank.

Maraknya perampokan membuat warga Betawi korban gusuran Senayan jadi tidak kerasan di tempat barunya. Mereka lalu menjual kavling di Tebet dengan harga murah dan memilih hijrah lalu membeli rumah dengan tambahan uang gusuran di Depok atau di Bogor. Sehingga, wilayah Tebet menjadi heterogen tidak hanya dihuni warga Betawi.

Lalu apa yang tersisa dari kampung Betawi dan prestasi besar yang lahir dari timnas sepak bola di GBK? Rasanya tidak ada, kecuali ucapan Babe Sabeni saat kaulan di lapangan GBK lalu diusir pelatih serta tim sepakbola yang saat itu sedang berlatih, "Latian mulu, menangnya kagak!".

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement