Sabtu 30 Jan 2021 03:35 WIB

Anak dari Ibu Depresi Berisiko Kepikiran Bunuh Diri

Anak merasa kesepian yang memicunya berpikiran untuk melakukan aksi bunuh diri.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Friska Yolandha
Anak dari ibu yang mengalami gejala depresi lebih berisiko memiliki pikiran untuk mencoba bunuh diri. Menurut penelitian terbaru yang digagas ilmuwan dari Inggris dan Kanada, pikiran itu bisa datang saat usia remaja.
Foto: glamorouscha.info
Anak dari ibu yang mengalami gejala depresi lebih berisiko memiliki pikiran untuk mencoba bunuh diri. Menurut penelitian terbaru yang digagas ilmuwan dari Inggris dan Kanada, pikiran itu bisa datang saat usia remaja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak dari ibu yang mengalami gejala depresi lebih berisiko memiliki pikiran untuk mencoba bunuh diri. Menurut penelitian terbaru yang digagas ilmuwan dari Inggris dan Kanada, pikiran itu bisa datang saat usia remaja.

Studi melibatkan tim ilmuwan dari Universitas Exeter, Montréal, Laval, dan McGill. Menurut para pakar, keinginan itu mungkin disebabkan oleh kesepian yang dirasakan anak sehingga memicu niat melakukan bunuh diri.

Periset menggunakan data dari 1.600 keluarga yang tercatat dalam Québec Longitudinal Study of Child Development. Sampel data mewakili informasi bayi di Quebec yang diikuti dari lahir hingga usia 20 tahun.

Para ibu dari bayi itu ditanyai tentang gejala depresi (seperti kesedihan dan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya menyenangkan) secara berkala. Utamanya, saat anak mereka berusia lima bulan hingga tujuh tahun.

 

Informasi yang terhimpun memberikan ukuran gejala depresi, bukan diagnosis klinis depresi. Selanjutnya, para remaja dalam keluarga diminta membuat deskripsi diri tentang pikiran dan upaya bunuh diri pada usia 13-20 tahun.

Anak-anak dari ibu dengan tingkat gejala depresi yang relatif tinggi diketahui 15 persen lebih sering memiliki pikiran dan melakoni percobaan bunuh diri saat remaja. Peneliti membandingkannya dengan anak dari ibu yang diketahui tingkat gejala depresinya lebih rendah.

Penulis utama studi, Lamprini Psychogiou dari Universitas Exeter, mengatakan bahwa timnya tidak dapat mengatakan sejauh mana hubungan tersebut. Pasalnya, pengalaman masa kanak-kanak, genetika, serta faktor lain turut berperan.

"Tetapi mengidentifikasi beberapa mekanisme yang menjelaskan mengapa anak-anak tersebut berisiko bunuh diri di kemudian hari adalah penting untuk memahami bagaimana mencegah upaya bunuh diri," ujarnya.

Untuk tujuan tersebut, penulis menyelidiki perasaan kesepian dan penarikan sosial yang dilaporkan oleh remaja pada usia 10-13 tahun. Itu berkaitan dengan gejala depresi ibu pada tahun-tahun awal kehidupan anak.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Development and Psychopathology itu juga menyoroti pentingnya hubungan sosial dan pertemanan bagi remaja. Menguatkan relasi tersebut bisa mengatasi rasa kesepian pada remaja.

"Temuan kami penting karena menyarankan bahwa intervensi yang menargetkan kesepian pada remaja dengan ibu yang depresi, berpotensi membantu mengurangi risiko pikiran bunuh diri di kemudian hari," ungkapnya.

Psychogiou menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut. Tujuannya, untuk mengukur sejauh mana pengurangan kesepian bisa menjadi pemicu penurunan risiko bunuh diri bagi remaja, dikutip dari laman News Medical.

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement