Jumat 29 Jan 2021 14:47 WIB

Keluarga Korban Tuding Polisi Tembak Deki Hingga Tewas

Polisi beralasan, Deki harus dilumpuhkan karena melawan membawa golok.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Erik Purnama Putra
Guntur Abdurrahman, kuasa hukum keluarga Deki Susanto yang ditembak aparat Polsek Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat.
Foto: Republika/Febrian Fachri
Guntur Abdurrahman, kuasa hukum keluarga Deki Susanto yang ditembak aparat Polsek Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Keluarga Deki Susanto, korban penembakan oleh polisi di Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat (Sumbar) membantah kronologi yang disampaikan pihak kepolisian. Kuasa hukum keluarga, Guntur Abdurrahman, mengatakan, Deki sudah dalam keadaan menyerah ketika ditangkap polisi di rumahnya.

Namun, menurut Guntur, polisi tetap melepaskan timah panas sehingga mengenai kepala Deki sampai langsung tewas kala itu juga. "Ini hasil investigasi kami. Kami bisa pertanggungjawabkan itu. Ditembak dulu, (korban) jatuh, baru tembakan ke atas. Video sudah beredar, tidak ada satupun petugas terluka (karena korban melawan) seperti berita yang beredar," kata Guntur di Kota Padang, Jumat (29/1).

Baca Juga

Diberitakan menurut versi polisi mengenai insiden pada Rabu (27/1) sore WIB, Deki harus dilumpuhkan lantaran melakukan perlawanan saat digeledah. Polisi menyebut, ulah Deki sampai mengakibatkan ada anggota yang terluka karena sayatan golok. Guntur pun menepis alibi polisi.

"Ketika istri korban ke belakang tersebut, melihat suaminya sudah dalam keadaan menyerah kepada aparat. Tiba-tiba, aparat yang ada di dalam rumah menodongkan pistol. Ketika lari pintu dapur terbuka, tiba-tiba di luar langsung terjadi penembakan," ujar Guntur.

Tembakan anggota polisi terhadap Deki mengenai bagian belakang kepala. Berdasarkan keterangan dari keluarga, penembakan dilakukan di belakang rumah dan disaksikan istri dan anak Deki yang masih berusia tiga tahun. Setelah menembak Deki, lanjut Guntur, polisi juga melepaskan tembakan ke atas sebanyak empat kali.

Guntur menyebut, pihak keluarga tidak terima dengan tuduhan kepolisian yang menyebut Deki melawan saat hendak ditangkap. Dia menyimpulkan, peristiwa itu sudah masuk ke dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Bisa saja orang dengan mudah ditembak mati. Kedua, tidak ada jaminan rasa aman, ini di depan anak istri, udah dikepung, kasus hanya kasus judi, tiba-tiba senjata api yang menyelesaikan," ucap Guntur.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Solok Selatan AKBP Tedy Purnanto, mengatakan, jajarannya belum melakukan penangkapan terhadap pelaku perusakan Markas Polsek Sungai Pagu. Menurut Tedy, polisi masih terfokus untuk mengendalikan situasi agar kembali kondusif.

"Belum ada (pelaku pelemparan dan perusakan Mapolsek Sungai Pagu yang diamankan) menunggu kondusif dulu," kata Tedy di Kabupaten Solok Selatan, Rabu (27/1).

Tedy menyebut, saat ini, ada 30 orang personel dari Polres Solok Selatan yang berada di Mapolsek Sungai Pagu untuk membantu pengamanan. Dia menyebut, situasi di lokasi sudah mulai kondusif.

Dia menilai, pelemparan Mapolsek Sungai Pagu oleh sejumlah warga sebagai luapan amarah. Karena pihak keluarga dan warga lainnya terbawa emosi pascameninggalnya seorang warga yang masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) polsek.

DPO berinisial DS tewas usai ditembak polisi saat coba ditangkap. DS harus dilumpuhkan dengan senjata api lantaran melawan menggunakan senjata tajam jenis golok. Polisi menyebut, harus melumpuhkan DS karena sudah membuat polisi yang bertugas menangkapnya terluka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement