Jumat 29 Jan 2021 04:34 WIB

Warga DKI Disarankan Pelihara Ikan untuk Antisipasi DBD

Dinkes DKI bantah menutup-nutupi kasus DBD di Jakarta.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Widyastuti.
Foto: Dok Dinkes DKI
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Widyastuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) DKI Jakarta Widyastuti menyarankan warga DKI Jakarta memelihara ikan di kolam rumahnya. Langkah ini untuk mengantisipasi munculnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) secara alami.

Salah satu jenis ikan yang disarankan Widyastuti adalah ikan cupang. Selain karena jenis ini sedang diminati sehingga banyak di pasaran, pakan favorit ikan jenis ini adalah jentik nyamuk.

Baca Juga

"Sekarang kan lagi musim ikan cupang. Nah. Ikan cupang rakus jentik nyamuk, jadi ayo silahkan pelihara ikan cupang yang sedang tren," tutur Widyastuti di Balai Kota Jakarta, Kamis (28/1).

Widyastuti juga meminta kepada generasi muda untuk menjadi garda terdepan dalam mengentaskan penyakit DBD ini dengan menjadi kader juru pemantau jentik (jumantik). Menurut Widyastuti, generasi muda bisa berperan aktif membantu menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan seperti DBD ini dan menambah kekuatan kelompok jumantik yang sebagian besar merupakan ibu-ibu.

Terkait dengan kasus DBD di Jakarta, Widyastuti mengakui memang ada temuan kasus penyakit DBD yang menyerang warga ibu kota. Namun, jumlahnya tidak mengkhawatirkan yang masih diambang batas normal.

Tak dipungkiri demam berdarah sering kali terjadi saat musim hujan. Selama hujan turun terdapat banyak genangan air di lingkungan sekitar rumah.

"Belum terlihat ada peningkatan yang signifikan," kata Widyastuti.

Meski demikian, Widyastuti menyangkal Dinkes DKI menutup-nutupi kasus DBD di Jakarta terkait dengan kasus Covid-19 di DKI. Menurut dia, Dinkes DKI memiliki forum informasi tentang penyakit melalui sistem dinkesdki.net

Laman Dinkes DKI itu memperlihatkan pergerakan kasus penyakit yang terjadi di Jakarta bukan hanya DBD, penyakit menular Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti penyakit diare, cacar dan campak bisa dipantau dalam sistem tersebut. "Kalau ada kasus yang berpotensi menjadikan KLB harus lapor secara sistem dalam kurun waktu 24 jam," tutur Widyastuti.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement