Kamis 28 Jan 2021 15:32 WIB

Menanjak Sejak 2008, Indeks Persepsi Korupsi RI Kini Turun

Indonesia turun ke peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei pada 2019.

Rep: Dian Fath Risalah, Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Anggota Wadah Pegawai KPK membawa bendera kuning saat melakukan aksi di gedung KPK Jakarta pada 2019 lalu. Setelah terus menanjak sejak 2008, indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2020 mengalami penurunan sebanyak tiga poin. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/WAHYU PUTRO
Anggota Wadah Pegawai KPK membawa bendera kuning saat melakukan aksi di gedung KPK Jakarta pada 2019 lalu. Setelah terus menanjak sejak 2008, indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2020 mengalami penurunan sebanyak tiga poin. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha, Lintar Satria

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada 2020 mengalami kemerosotan sebesar tiga poin menjadi 37 dari sebelumnya berada pada skor 40 pada 2019. Indonesia pun turun ke peringkat 102 dari sebelumnya peringkat 85 dari 180 negara yang disurvei pada 2019.

Baca Juga

"CPI Indonesia tahun 2020 ini kita berada pada skor 37 dengan ranking 102 dan skor ini turun tiga poin dari tahun 2019 lalu. Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85. Di tahun 2020 ini berada pada skor 37 dan ranking 102," kata Manajer Riset TII Wawan Suyatmiko dalam peluncuran CPI Indonesia 2020 yang digelar secara daring, Kamis (28/1).

Wawan mengungkapkan, CPI 2020 menggunakan sembilan sumber data. Dari sembilan sumber data itu, hanya satu sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia tahun 2020, yakni World Justice Project - Rule of Law Index.

Kemudian, tiga sumber data mengalami stagnasi, yakni World Economic Forum Eos, Bertelsmann Foundation Transformation Index, dan Economist Intelligence Unit Country Ratings. Sementara lima sumber data mengalami penurunan, yakni PRS International Country Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, Global Insight Country Risk Ratings, PERC Asia Risk Guide, dan Carieties of Democracy Project.

Skor dan ranking Indonesia pada 2020 sama dengan negara Gambia. Maldives menjadi negara yang paling berkembang terkait indeks persepsi korupsi tersebut berdasarkan hasil survei TII.

Sementara, Indonesia berada di posisi kelima terkait indeks persepsi korupsi di Asia Tenggara. NKRI berada di bawah negara tetangga seperti Singapura dengan skor 85, Brunei Darussalam dengan skor 60, Malaysia dengan skor 51 dan Timor Leste dengan skor 40.

Di bawah Indonesia ada Vietnam dengan skor 36, Thailand dengan skor 26, Filipina dengan skor 34, Laos dengan skor 29, Myanmar dengan skor 28 dan Kamboja dengan skor 21 di posisi paling bawah.

Adapun di dunia internasional, skor yang diraih Indonesia berada di bawah angka rata-rata CPI internasional yakni skor 43. Meskipun, 60 persen dari 180 negara di dunia pun stagnan dalam perolehan skor IPK.

"Tahun 2020 tahun yang kita ketahui bersama sebagai tahun pandemi maka survei ini dilakukan sepanjang pandemi," kata Wawan.

Wawan menambahkan, pencapaian skor IPK Indonesia tahun ini mengalami titik balik. Hal ini lantaran sejak 2008, IPK Indonesia terus menanjak dan hanya beberapa kali stagnan. Bahkan, skor IPK Indonesia pada 2019 yang meraih 40 merupakan kenaikan dua poin dibanding tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan, korupsi bukanlah beban yang dimiliki KPK atau lembaga penegak hukum lainnya saja. Dia menegaskan, masalah itu sesungguhnya merupakan beban kolektif artinya ditanggung seluruh masyarakat Indonesia.

Ghufron mengatakan, perilaku korupsi telah merampas dua hak publik yakni pertama, hak akses terhadap keuangan publik. Hal ini berkaitan dengan efektif dan efisien penggunaan uang rakyat yang telah dikumpulkan pemerintah.

"Itu yang kemudian sesungguhnya merupakan kepentingan hukum dari pasal 2 dan 3," katanya.

Dia melanjutkan, sementara aspek pasal 5 terkait suap, pemerasan, gratifikasi menilai bahwa korupsi mencederai hak terhadap kepentingan hak sosial politik. Bagaimana orang untuk mendapatkan layanan publik itu bisa adil atau tidak.

"Apakah kemudian mendapatkan akses untuk ke pemerintahan itu adil atau tidak, apakah ada privilege karena suap atau tidak," katanya.

Dia menegaskan, korupsi merupakan perilaku yang membebani dan menghancurkan bukan hanya KPK tapi semua elemen bangsa. Dia mengatakan, KPK berharap agar semua masyarakat bekerja dalam sektor masing-masing untuk memberantas korupsi baik dari segi ekonomi, penegakan hukum maupun sistem politik dan demokrasi.

"KPK juga berharap kepada semua segenap pihak bukan hanya LSM tapi juga kepada segenap pemangku kepentingan pemerintah pusat hingga daerah di bidang ekonomi maupun politik untuk bersama-sama mencoba mencegah untuk kemudian supaya tidak ada korupsi," katanya.

Nurul juga mengungkapkan, bahwa bencana yang terjadi di Indonesia kerap menjadi ajang korupsi oknum-oknum tertentu.

"Ini bukan hanya pada tahun 2020. Di banyak beberapa bencana ke bencana, ternyata bencana itu membawa korupsi," kata Nurul.

Dia mengatakan, kondisi itu seharusnya menjadi kesadaran dan kewaspadaan bersama. Dia mengatakan, semua pihak seharusnya meningkatkan kesadaran solidaritas bersama di kala bencana bagaimana untuk melewati peristiwa tersebut.

"Tetapi faktanya seakan bencana kemudian menjadi bancakan," kata Nurul lagi.

 

Potensi korupsi tinggi di tengah pandemi - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement