Jumat 29 Jan 2021 05:03 WIB

Jejak Peyoratif Kolonial Terhadap Islam dalam Kata Lanun

Jejak peyoratif kolonial terhadap Islam.

Johnny Depp sebagai Jack Sparrow di Pirates of the Caribbean: Dead Men Tell No Tales.
Foto: dok Disney via AP
Johnny Depp sebagai Jack Sparrow di Pirates of the Caribbean: Dead Men Tell No Tales.

REPUBLIKA.CO.ID -- Dalam bahasa Indonesia banyak sekali bertebaran kosakata berbahasa Arab. Nuansa tersebut jelas sekali karena asal-usul bahasa ini berasal dari etnis Melayu yang sangat terpengaruh dengan ajaran Islam.

Tak hanya itu, kosakata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab setidaknya mencapai 40 persen. Bahkan, ada satu kata yang tidak ada dalam bahasa di etnis lain di Nusantara yang lestari sampai sekarang. Ini misalnya terlihat jelas pada jejak kata adil, adab, rakyat, hikmah, musyawarah, dan wakil yang ada dalam Pancasila. Kata yang lain, misalnya, masa, kursi, saat, walau, miskin, juga fakir.

Namun, ada jejak Islam dan Arab dalam bahasa Indonesia masa kini yang mengalami peyorasi atau berubah dari pengertian positif menjadi negatif. Salah satunya bisa dilihat pada kata 'lanun'. Kata tersebut kini diartikan sebagai perompak laut (bajak laut). Padahal, 'lanun' memiliki arti seorang pahlawan perempuan atau mujahidah.

Nasib kata ini persis dengan nasib Kapten Borbosa dalam film Hollywood Pirates and Caribean yang dibintangi Johnny Deep. Kapten Borbosa yang sebenarnya adalah seorang pelaut Muslim yang ulung karena selalu berhasil melumpuhkan armada laut Eropa. Namun, hal itu diubah dari seorang pahlawan menjadi penjahat.

Kasus sama juga terjadi pada sosok drakula yang di Eropa disebut sebagai hantu haus darah dan hanya bisa mati bila terkena sinar matahari serta dibunuh menggunakan pedang bertanda salib. Padahal, 'Drakula' aslinya adalah seorang pahlawan dan panglima tempur bala tentara Ottoman kala menaklukkan Eropa.

Pada masa kolonial juga kita memberikan sebutan buruk, seperti teroris, ekstremis, dan kaum radikal untuk para pejuang dan pahlawan kemerdekaan. Pangeran Diponegoro pada 1825-1830 dan para ulama di Banten pada 1888 yang mengobarkan perlawanan kepada kolonial, misalnya, disebut seperti itu. 

Nah, kini, budayawan Melayu Riau, UU Hamidy, membahas soal perubahan kata 'lanun' yang bermakna buruk (peyorasi). Begini tulisannya:

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement