Kamis 28 Jan 2021 04:50 WIB

KLHK Bantah Tudingan Obral Izin pada Era Joko Widodo

Lebih dari 91 persen pelepasan kawasan hutan terjadi sebelum era Jokowi.

[Ilustrasi] Daerah Aliran Sungai (DAS) Tiwingan Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam di Desa Tiwingan Lama dan Desa Kalaan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Foto: TIA
[Ilustrasi] Daerah Aliran Sungai (DAS) Tiwingan Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam di Desa Tiwingan Lama dan Desa Kalaan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah keras tudingan beberapa pihak perihal obral perizinan yang disebut terjadi pada era Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. "Informasi yang tidak valid ini memaksa KLHK harus membuka data demi keadilan informasi di publik," kata Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugrah dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu (27/1).

"Hal paling penting bagi Indonesia sebenarnya adalah langkah-langkah perbaikan lingkungan yang konsisten ke depan. Namun sayangnya di situasi bencana, banyak pihak yang memanfaatkan situasi dengan obral data yang tidak benar ke publik. Kewajiban kami adalah meluruskan informasi tersebut, sehingga publik mendapatkan referensi yang tepat," ujar dia.

Data KLHK menunjukkan luas areal pemberian izin kawasan hutan dari berbagai periode pemerintahan, baik untuk kebun, HPH, HTI ataupun tambang/Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). "Data itu penting disampaikan karena banyak dikaitkan dengan sumber penyebab terjadinya bencana alam akhir-akhir ini," ucap Nunu.

Selama periode 1984-2020 terdapat pelepasan kawasan hutan seluas 7,3 juta hektare (ha), dimana 746 izin seluas 6,7 juta ha atau lebih 91 persen-nya diberikan sebelum pemerintahan Presiden Jokowi memulai pemerintahan pada akhir Oktober 2014.

Pada era Presiden Jokowi hingga tahun 2020, ada izin 113 unit seluas lebih dari 600 ribu ha. Pada 22 lokasi tersebut dengan luas lebih dari 218 ribu ha telah memperoleh persetujuan prinsip pelepasan di antara tahun 2012-2014.

"Dengan demikian, lebih dari 91 persen pelepasan kawasan hutan, atau seluas lebih dari 6,7 juta hektare, selama 36 tahun terakhir, berasal dari era sebelum Pak Jokowi dan Ibu Siti Nurbaya menjabat," ungkap Nunu.

Sementara itu, data Hutan Tanaman Industri (HTI) hingga Desember 2020, tercatat izin dikeluarkan lebih dari 11,2 juta ha. Khusus untuk di era Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya, izin dikeluarkan sebanyak 1,2 juta ha atau hanya 10,7 persen dari keseluruhan izin yang diberikan sebelumnya.

"Itu pun dari izin tersebut, hampir 590 ribu ha sebenarnya telah memperoleh persetujuan prinsip dari Menteri tahun 2011-2014. Jadi sebenarnya izin yang dikeluarkan di era Presiden Jokowi hanya seluas 610 ribu ha lebih, atau 5,4 persen izin HTI yang telah diberikan sampai dengan Desember 2020," ujar Nunu.

Sedangkan hutan alam atau HPH tercatat izin seluas 18,7 juta ha yang diberikan sampai Desember 2020. Selama 2015-2020 era pemerintahan Presiden Jokowi, dikeluarkan izin seluas 291 ribu ha atau setara dengan di bawah 1,6 persen dari luas total yang diberikan. Artinya lebih dari 98 persen izin HPH sudah ada di era sebelum pemerintahan saat ini.

Khusus untuk izin tambang/IPPKH yang diberikan dalam kawasan hutan, total-nya lebih kurang 590 ribu ha sejak orde baru hingga tahun 2020. Sementara di tahun 2015-2020, izin yang keluar seluas 131 ribu ha atau lebih dari 22 persen. Artinya izin tambang terbesar, lebih dari 300 ribu ha, atau lebih dari 50 persen diberikan selama periode 2004-2014.

"Dari izin seluas 131 ribu ha izin IPPKH selama era Presiden Jokowi, seluas 14.410 ha atau sebanyak 147 unit izin, adalah untuk prasarana fisik umum seperti untuk jalan, bendungan, menara seluler dan lain-lain. Sedangkan izin tambang dalam rangka ketahanan energi nasional listrik 35.000 MW dan batu bara, seluas lebih kurang 117 ribu ha," ucap Nunu.

Seluruh IPPKH yang diterbitkan KLHK, kata Nunu, telah sesuai ketentuan teknis dan hukum, serta dilengkapi dengan izin Sektor (IUP/KK/PKP2B/IUPTL), Dokumen Lingkungan (Amdal/UKL-UPL), dan rekomendasi Gubernur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement