Rabu 27 Jan 2021 20:59 WIB

Dito: Kebijakan Fiskal 2021 Mempercepat Pemulihan Ekonomi

Keberhasilan pengembangan vaksin Covid-19 diharap memberikan optimisme pasar.

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto.
Foto: Humas DPR RI
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Ketua Komisi XII DPR Dito Ganinduto menilai tahun 2021 menjadi momentum melakukan percepatan pemulihan ekonomi nasional. Saat memimpin rapat kerja Komisi XI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu (27/1), Dito mengaku melalui APBN 2021, pemerintah melanjutkan kebijakan countercyclical yang ekspansif dan konsolidatif.

“Kebijakan Fiskal APBN 2021 utamanya diarahkan untuk menjaga dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional, reformasi APBN, penguatan reformasi struktural, akselerasi prioritas pembangunan nasional,” tuturnya dalam keterangan kepada Republika.co.id, Rabu (27/1).

Dito menambahkan, berkaca pada tahun lalu, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020 telah terserap sebesar Rp 579,8 triliun atau 83,4 persen dari total alokasi anggaran sebesar Rp 695,2 triliun. Menurut politikus Partai Golkar ini, kinerja APBN sebagai alat countercyclical untuk merespon dampak pandemi sampai dengan akhir tahun 2020 cukup terkendali dengan tetap menjaga defisit di bawah target pemerintah melalui Peraturan Presiden 72/2020. Yaitu, sebesar Rp 956,3 triliun atau 6,09 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

“Pemenuhan kebutuhan defisit anggaran dan untuk mendukung pelaksanaan program PEN, pemerintah mengelola pembiayaan anggaran secara prudent dan terukur, serta memperkuat sinergi dengan Bank Indonesia," ujar Dito.

Ketua Komisi XI mengaku memasuki kuartal IV 2020, perbaikan aktivitas ekonomi terus berlanjut setelah proses pembalikan arah (turning point) yang terjadi di triwulan III 2020. Ia menilai, permintaan domestik melanjutkan pemulihan terbatas, sementara ekspor membaik signifikan. Selain itu, kondisi makro ekonomi juga menunjukkan perbaikan dan relatif stabil yang tercermin pada membaiknya inflasi dan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.

“Inflasi mulai mengalami peningkatan sejak Oktober 2020 menunjukkan indikasi pulihnya permintaan,” kata Dito, saat membuka rapat kerja yang berlangsung secara virtual dengan Menkeu.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.633,6 triliun, atau mencapai 96,1 persen dari target Perpres 72/2020. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2019, realisasi pendapatan negara tahun 2020 tersebut tumbuh negatif sebesar -16,7 persen. Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.589,9 triliun (94,6 persen dari pagu Perpres 72/2020), atau tumbuh 12,2 perpres dari realisasinya pada 2019.

Hal ini sejalan dengan strategi ekspansif yang diambil pemerintah untuk menahan laju perlambatan ekonomi akibat pandemi. Dito berharap, keberhasilan pengembangan vaksin Covid-19, diharapkan dapat memberikan optimisme dan meningkatkan sentimen positif terhadap prospek perekonomian dan pasar keuangan global.

Selain itu, terkait kebijakan pemerintah menetapkan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021, Dito menilai kebijakan ini diambil pemerintah melalui pertimbangan terhadap lima aspek. Yakni, kesehatan terkait prevalensi perokok, tenaga kerja di industri hasil tembakau, petani tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan.

"Berangkat dari kelima instrumen tersebut, pemerintah berupaya untuk dapat menciptakan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang inklusif. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masing-masing aspek pertimbangan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement