Rabu 27 Jan 2021 14:44 WIB

Pasien Covid-19 Ungkap Gejala yang tak Boleh Diabaikan

Setelah dinyatakan pulih, Rachel Gunn masih mengalami gejala long Covid-19.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Pasien Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Pasien Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DUBLIN -- Pada Oktober 2020, untuk pertama kalinya Rachel Gunn terdiagnosis positif Covid-19. Kondisi Gunn yang semula mulai membaik lambat laun kembali memburuk karena perempuan berusia 28 tahun tersebut mengabaikan gejala yang dia rasakan.

Perempuan asal Dublin ini mengatakan kondisinya cukup sakit ketika pertama kali terkena Covid-19 pada Oktober lalu. Dia sempat terbaring di kasur hampir dua pekan dan mengalami beberapa gejala umum Covid-19 seperti sesak napas, kelelahan, sakit kepala, serta nyeri di tubuh.

Setelah dinyatakan pulih, Gunn kembali bekerja dan menjalani aktivitasnya. Akan tetapi, Gunn kala itu sebenarnya merasa belum benar-benar sehat 100 persen.

Walaupun sudah dinyatakan sembuh, Gunn masih mengalami gejala long Covid-19. Salah satu gejala yang dia rasakan adalah kelelahan selama beberapa bulan. Selain itu, Gunn juga merasa paru-parunya sakit ketika dia berolahraga.

Akan tetapi, Gunn merasa kondisi tersebut merupakan hal yang normal dialami oleh penyintas Covid-19. Selain itu, Gunn juga merasa gejala-gejala tersebut tidak begitu mengganggu aktivitasnya sehari-hari.

Baca juga : Hindari Faskes Kolaps, Pencegahan Covid-19 Harus Masif

Karenanya, Gunn memilih untuk tidak terlalu memikirkan gejala-gejala tersebut. Dia meyakini bahwa gejala-gejala yang dia rasakan pascadinyatakan sembuh dari Covid-19 akan membaik dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu.

Sayangnya, anggapan tersebut keliru. Kondisi Gunn kembali memburuk dalam waktu yang cepat sejak Desember 2020.

"Selama hampir dua pekan saya sangat sesak, sampai saya bahkan tidak bisa naik tangga tanpa merasa seperti habis berlari 5 kilometer, bahkan bangun dan pergi ke kamar mandi terasa melelahkan," jelas Gunn, seperti dilansir di Cosmopolitan, pada medio Januari.

Tak hanya itu, Gunn juga mulai mengalami gejala lain seperti migrain, jantung berdegup kencang, nyeri punggung, dan kelelahan ekstrem. Kondisi ini terasa berat sampai mendorong Gunn untuk tidur selama 15-16 jam per hari.

Melihat kondisi Gunn yang kian berat, sang ibu meminta Gunn memeriksakan diri ke UGD rumah sakit. Di sana, Gunn segera mendapatkan pemeriksaan pemindaian CT. Hasil dari pemindaian CT tersebut ternyata cukup mengejutkan.

Baca juga : Gubernur: Sumbar Bukan Provinsi Intoleran

"Pemindaian CT menunjukkan kedua paru-paru saya tertutupi oleh emboli paru (gumpalan darah) dan jantung saya menegang," kata Gunn.

Dia harus dirawat selama tiga hari di rumah sakit dan perlu mengonsumsi obat pengencer darah. Obat tersebut harus diminum Gunn setidaknya hingga satu tahun ke depan.

Berdasarkan pengalaman pribadinya ini, Gunn mengingatkan orang-orang, termasuk pasien Covid-19, untuk tidak mengabaikan gejala long Covid-19 yang berlangsung selama berbulan-bulan dan semakin memburuk. Salah satu gejala long Covid-19 itu adalah sesak napas.

Mengacu pada data dari aplikasi UK COVID Tracker, sekitar 12 persen pasien Covid-19 mengalami gejala lebih dari 30 hari. Selain itu, satu dari 200 laporan menunjukkan bahwa gejala Covid-19 bisa berlangsung lebih dari 90 hari.

"Sejauh ini orang yang lebih tua terlihat mengalami gejala Covid-19 akut yang lebih buruk, sedangkan banyak orang yang lebih muda mengalami long Covid, kami belum tahu mengapa (kecenderungan itu terjadi)," ujar Ketua British Lung Foundation dari Respiratory Research di University of Dundee Profesor James Chalmers.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement