Rabu 27 Jan 2021 03:16 WIB

Warga Australia Langgar Prokes Demi Hari Invasi

Penduduk Pribumi menandai hari itu sebagai Hari Invasi peringatan penjajahan Inggris

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Gita Amanda
Orang-orang mengambil bagian dalam rapat umum Hari Invasi di Melbourne, Australia, 26 Januari 2021. Hari Australia menandai peringatan tahun 1788 pengibaran bendera Inggris di Sydney Cove oleh Arthur Phillip. Itu juga secara tidak resmi dikenal sebagai Hari Invasi karena menandai penjajahan orang-orang Aborigin di negara itu.
Foto: EPA-EFE/JAMES ROSS
Orang-orang mengambil bagian dalam rapat umum Hari Invasi di Melbourne, Australia, 26 Januari 2021. Hari Australia menandai peringatan tahun 1788 pengibaran bendera Inggris di Sydney Cove oleh Arthur Phillip. Itu juga secara tidak resmi dikenal sebagai Hari Invasi karena menandai penjajahan orang-orang Aborigin di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Ribuan warga Australia menentang aturan protokol kesehatan virus corona untuk memprotes hari nasional yang jatuh pada Selasa (26/1). Penduduk Pribumi menandai hari itu sebagai "Hari Invasi" peringatan penjajahan Inggris.

Secara resmi diakui sebagai Hari Australia, 26 Januari juga menjadi ajang demonstrasi tahunan yang menarik perhatian pada ketidakadilan yang dihadapi oleh masyarakat Pribumi. Mereka menyerukan kepada pemerintah untuk mengubah tanggal hari libur nasional.

Baca Juga

Perayaan asal-usul bangsa modern di Australia sekaligus jadi saat berkabung bagi penduduk pribumi Australia yang telah mendiami tanah tersebut selama 65 ribu tahun. Mereka memandang kedatangan pemukim Inggris pada tahun 1788 sebagai awal dari dua abad kesakitan dan penderitaan.

Ribuan orang berkumpul di taman pusat Sydney sekaligus menentang ancaman denda dan penangkapan polisi karena melanggar batas 500 orang pada pertemuan publik. Meskipun penyelenggara membatalkan pawai melalui kota yang biasanya dilakukan.

Nyanyian "Kedaulatan tidak pernah diserahkan" dan "Tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian" terdengar. Sementara yang lain mengangkat plakat dengan slogan termasuk "Bukan Tanggal untuk Merayakan" dan "Black Lives Matter".

"Bagi kami tanggal itu mewakili genosida budaya. Keluarga kami tercabik-cabik. Bertahun-tahun sakit dan kelaparan. Dan dampak antargenerasi itu masih dirasakan hingga hari ini," kata Dylan Booth selaku pria suku Gomeroi dilansir dari Arab News pada Selasa (26/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement