Selasa 26 Jan 2021 12:33 WIB

Saat Merawat Pasien Covid-19 Dianggap Sebuah Berkat

AS masih menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di dunia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Pegawai rumah sakit dan pegawai layanan pemakaman memindahkan jenazah dari kamar mayat sementara di luar Pusat Rumah Sakit Brooklyn di Brooklyn, New York, AS, Rabu (8/4).
Foto: EPA-EFE/Alba Vigaray
Pegawai rumah sakit dan pegawai layanan pemakaman memindahkan jenazah dari kamar mayat sementara di luar Pusat Rumah Sakit Brooklyn di Brooklyn, New York, AS, Rabu (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, NORTH CAROLINA - Selama sembilan hari berturut-turut, Chris Rutledge, harus bekerja sama dengan sif 12 jam. Dia adalah perawat senior di rumah sakit lapangan (RS lapangan) sementara di Lenoir, Karolina Utara, Amerika Serikat (AS).

Rutledge merupakan pensiunan perawat berusia 60 tahun dari Lisbon, Iowa. Dia adalah satu dari puluhan petugas kesehatan yang merawat pasien Covid-19 di 11 tenda putih besar yang didirikan di tempat parkir Caldwell Memorial Hospital.

Baca Juga

Dalam beberapa hari terakhir, terjadi lonjakan kasus baru Covid-19 di daerah tersebut. Hal itu membuat para staf medis harus bekerja ekstra. "Tenda (RS lapangan) adalah tempat yang menakutkan bagi orang yang tidak pernah berada di dalamnya," kata Rutledge saat menjelaskan kondisi kebanyakan pasien ketika tiba di sana kepada Associated Press, Senin (25/1).  

Tak jarang Rutledge menyaksikan pasien yang menangis ketika harus dirawat di RS lapangan. "Beberapa dari mereka menangis dan sebagian dari mereka terisak-isak," ucapnya.

RS lapangan tempat Rutledge bekerja memiliki kapasitas 30 tempat tidur dengan empat bangsal medis dan apotek untuk pasien yang telah keluar dari unit perawatan intensif rumah sakit serta tak membutuhkan ventilator. Selain Caldwell Memorial Hospital, terdapat empat rumah sakit lain yang mengirim atau merujuk pasien ke RS lapangan tersebut.

Dengan demikian rumah sakit dapat lebih fokus menangani pasien Covid-19 dengan gejala atau kondisi yang lebih serius. Meski kerap kali bekerja di bawah tekanan tinggi dan dengan sif yang panjang, Rutledge tetap menyebut pekerjaannya sebagai berkat.

Dia sama sekali tak menyesal harus kembali bekerja penuh waktu. "Orang-orang bertanya kepada saya apakah saya akan melakukannya lagi setelah pengalaman di New York dan saya berkata akan melakukannya dalam sekejap," ucapnya.

Saat meninggalkan pekerjaan penuh waktunya tiga tahun lalu, Rutledge bergabung dengan misi medis jangka pendek di bawah naungan Samaritan's Purse. Lembaga itu adalah badan amal bantuan Kristen internasional.

Samaritan's Purse aktif memberikan bantuan selama pandemi dan telah menjalin kemitraan di lebih dari 100 negara. Ia membuka RS lapangan pertamanya di Cremona, Italia pada 16 Maret tahun lalu.

Dua pekan kemudian, Samaritan's Purse membangun RS lapangan di Central Park, New York. Di sana Rutledge dan tim medis lainnya merawat ratusan pasien Covid-19 dalam kemitraan dengan Federal Emergency Management Agency.

Karena AS masih menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di dunia, Rutledge sadar tenaga dan kontribusinya masih dibutuhkan. Dia berterima kasih atas dukungan yang diberikan kepadanya, terutama dari keluarga dan suaminya.

Meski situasi masih belum menentu, ada momen-momen tertentu yang selalu memantik semangat Rutledge untuk terus membantu. Salah satu momen itu adalah ketika sepasang lansia yang sama-sama positif terinfeksi Covid-19 merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke-49.

Rutledge mengantar sang suami ke bangsal istrinya untuk berkunjung. Dia menangis ketika melihat pasangan yang sama-sama berjuang melawan virus itu dipertemukan kembali.

Perasaan haru pun tak mampu dibendung Rutledge saat sepasang lansia itu berhasil pulih dan diperkenankan pulang. "Itu luar biasa," ucapnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement