Lain hal bagi pria Belanda yang kere bin koret seperti para serdadu berpangkat rendah. Mereka yang belum kaya, tidak memiliki opsi lain untuk memenuhi hasrat biologis yang datang saban malam.
Untuk menyalurkan libido, pilihan paling murah adalah membeli guling yang menjadi obat kesepian lelaki Belanda. Uang bisa dikumpulkan, tapi hasrat kelelakian yang bertahun-tahun tertahan harus disalurkan.
Guling dimanfaatkan sebagian orang Belanda untuk melepaskan kerinduan terhadap pasangan yang tertinggal di kampung halaman. Ngelonin guling menjadi cara untuk berfantasi membunuh sepi. Semua pria tahu, kesepian adalah musuh terbesar untuk tetap bugar.
Haryoto Kunto & Deddy H. Pakpahan dalam Seabad Grand Hotel Preanger, 1897-1997 (terbitan tahun 2000) menjelaskan, para prajurit atau bahkan pejabat Belanda, akan berfantasi dengan memeluk guling seakan-akan benda itu adalah perempuan yang dicintainya.
“Bagi pemuda dan pria Belanda yang tinggal di Nusantara, meninggalkan kekasih atau istrinya jauh di negeri Belanda sana, mereka mengobati rasa rindunya dengan cepat berangkat tidur, mengkhayal, seraya memeluk guling erat-erat,” tulisnya. Melihat kebiasaan itulah Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Letnan Gubernur Jenderal Hindia menamai guling sebagai "Dutch Wife" alias istri Belanda.