Senin 25 Jan 2021 20:37 WIB

Polda: Dokter Meninggal di Sumsel Bukan karena Vaksin

Korban yang memang sempat vaksinasi itu meninggal karena serangan jantung.

Garis polisi (ilustrasi)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Garis polisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Polda Sumatera Selatan menegaskan kejadian meninggal-nya seorang dokter di Kota Palembang bukan karena vaksin Sinovac, meski terdapat rekam vaksinasi sehari sebelumnya. Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriadi, Senin, mengatakan dokter bernama Jamhari Farzal (49) tersebut meninggal karena serangan jantung. Hal itu terekam berdasarkan hasil visum luar Biddokes RS Bhayangkara Palembang.

"Kami tidak melakukan visum pemeriksaan dalam karena tidak ada tanda-tanda kekerasan dan keluarga korban juga tidak menginginkan adanya otopsi," ujarnya di Palembang.

Sebelumnya dr Jamhari ditemukan meninggal dunia di dalam mobilnya yang terparkir di Alfamart Sultan Muhammad Mansyur Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang pada Jumat (22/1) pukul 21.00 WIB.

Ia menjelaskan dari rekaman kamera pengawas dr Jamhari diketahui menepi di Alfamart pada Jumat pukul 08.05 WIB, korban tidak keluar-keluar dari mobilnya sampai ditemukan meninggal pukul 21.00 WIB.

Saat ditemukan pertama kali posisi korban tertelungkup ke arah kiri dengan tangan kanan memegang dada kiri, di dekat korban terdapat 1 kaplet obat Nitrokaf Retard berisi 10 kapsul, namun satu kapsul sudah hilang.

Setelah berkonsultasi dengan tim ahli, Nitrokaf Retard diketahui sebagai obat untuk penderita jantung dan petugas menduga satu kapsul yang hilang sudah dimakan korban sebelum meninggal dunia.

Polisi juga mendapatkan keterangan jika tiga bulan lalu korban pernah berobat ke salah satu dokter jantung di Sumsel karena merasa nyeri di dada kiri, sehingga dugaan serangan jantung semakin kuat.

Selain itu dalam proses visum petugas menemukan bintik pendarahan pada bola mata kiri-kanan korban, serta bagian dada, perut dan bagian tubuh yang tidak tertutup kain akibat kekurangan oksigen. "Perkiraan-nya korban meninggal antara pukul 13.00 sampai 15.00 WIB," ucap Kombes Pol Supriadi menambahkan.

Ia juga menegaskan telah berkoordinasi dengan Komnas Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) terkait diagnosa efek vaksin terhadap korban.

KIPI menyatakan kejadian syok anafilaktif pasca-vaksin hanya 1 sampai 2 jam, sedangkan saat korban meninggal rentang waktunya sudah lebih dari 24 jam dari penyuntikan vaksin pada Kamis (21/1) pukul 10.06 WIB. "Maka korban meninggal bukan karena vaksin, korban ada rekam penyakit jantung," tutur-nya.

Sementara adik kandung korban, Fauzi, menyatakan kakaknya tersebut memang mengeluhkan nyeri dada sejak tiga bulan terakhir, sehingga keluarga menolak korban diotopsi. "Kami juga sudah ikhlas," ujar Fauzi lirih

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement