Senin 25 Jan 2021 17:36 WIB

BKSDA Turunkan Tim Atasi Konflik Gajah dan Manusia di Aceh

Konflik gajah dan manusia di Aceh disebabkan karena adanya alih fungsi hutan

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pawang (Mahout) mendampingi anak-anak melihat seekor gajah jinak liar yang terluka pada bagian kaki akibat terkena jerat yang mulai membaik setelah mendapat perawatan dari tim medis Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di PLG Saree, Aceh Besar, Aceh, Senin (3/8/2020). Tim medis PLG Saree merawat dua ekor gajah yang terluka parah pada bagian perut dan seekor gajah liar yang terluka pada kaki akibat terkena jerat pemburu.
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Pawang (Mahout) mendampingi anak-anak melihat seekor gajah jinak liar yang terluka pada bagian kaki akibat terkena jerat yang mulai membaik setelah mendapat perawatan dari tim medis Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di PLG Saree, Aceh Besar, Aceh, Senin (3/8/2020). Tim medis PLG Saree merawat dua ekor gajah yang terluka parah pada bagian perut dan seekor gajah liar yang terluka pada kaki akibat terkena jerat pemburu.

REPUBLIKA.CO.ID, MEULABOH - Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh menurunkan tim gabungan untuk mengatasi konflik gajah dengan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya, Aceh.

“Tim gabungan yang kami turunkan ini bertujuan untuk memetakan arah pergerakan gajah sehingga gangguan di masyarakat bisa diminimalisir,” kata Kepala BKSDA Aceh Agus Ariantodi Meulaboh, Senin.

Baca Juga

Menurutnya, kehadiran tim gabungan tersebut juga untuk membatasi ruang gerak gajah sehingga diharapkan gajah yang selama ini mengganggu masyarakat dapat segera dihentikan. Tim tersebut juga berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar menghindari konflik dengan gajah. Di antaranya dengan tidak mengubah alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan atau pertanian.

“Salah satu cara untuk mengatasi konflik gajah dengan manusia yaitu dengan tidak membuka areal hutan menjadi areal budi daya tanaman pertanian,” kata Agus menambahkan.

Ia mengakui selama ini gangguan gajah yang terjadi seperti di Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya, Pidie, Aceh Timur, serta daerah lainnya di Aceh disebabkan karena adanya alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan.

Sebelumnya pada Ahad (24/1) lalu sejumlah kebun milik masyarakat di Desa Tuwi Meuleusong, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, rusak parah setelah diobrak-abrik seekor gajah. Gajah tersebut juga merusak satu unit rumah warga transmigrasi lokal di Desa Ketubung Tunong, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya.

“Alhamdulillah tidak ada masyarakat yang menjadi korban jiwa dalam musibah ini,” kata Kepala Desa Tuwi Meuleusong Arfandi di Suka Makmue, Ahad.

Menurutnya, saat ini sebagian masyarakat yang bermukim di kedua desa tersebut masih ketakutan. Mereka masih trauma dengan amukan gajah yang terjadi di permukiman masyarakat setempat. Arfandi mengakui selama ini konflik yang terjadi antara masyarakat dan gajah liar di daerah ini telah meresahkan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement