Senin 25 Jan 2021 13:36 WIB

Pakar Hukum Soroti UU Coast Guard China Picu Ketegangan

China mengesahkan UU Coast Guard pada Jumat (22/1), terkait klaim Laut China Selatan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kapal Coast Guard China-5202 dan Coast Guard China-4301 melaksanakan patroli di kawasan Pulau Natuna, Laut China Selatan, Sabtu (11/1/2020).
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
Kapal Coast Guard China-5202 dan Coast Guard China-4301 melaksanakan patroli di kawasan Pulau Natuna, Laut China Selatan, Sabtu (11/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Prof Eddy Pratomo mengatakan, pemberlakuan Undang-Undang (UU) Coast Guard (Penjaga Pantai) oleh China yang mengatur penggunaan kekerasan oleh penjaga pantai dapat memicu ketegangan di wilayah Laut China Selatan (LCS).

"Undang-undang tersebut sangat ekspansif dan mengatur wilayah perairan di Laut China Selatan yang tidak berdasarkan Hukum Internasional, khususnya Hukum Laut Internasional," kata Eddy dalam keterangannya di Jakarta, Senin (25/1).

China mengesahkan UU Coast Guard pada Jumat (22/1), yang memungkinkan China mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata ketika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi dilanggar secara ilegal oleh organisasi atau individu asing di laut.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro (Undip) tersebut mengatakan, ruang lingkup UU Coast Guard secara implisit menegaskan kembali, klaim yang dikaitkan dengan prinsip Sembilan Garis Putus-Putus (Nine Dashed Line). Padahal, itu adalah klaim yang tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak dapat dijadikan pegangan dalam mengatur suatu wilayah di Laut China Selatan.

Menurut Eddy, China terlihat dari penggunaan istilah yang ambigu tentang ruang lingkup berlakunya UU ini yang memasukkan other waters under the jurisdiction of the PRC dan internal sea. Kalimat other waters under the jurisdiction of the PRC dan internal sea sangat rancu.

Bahkan, kedua kalimat itu dicurigai sebagai klaim terselubung yang dikenal dengan Sembilan Gutus-Putus, yang sudah dinyatakan tidak sah oleh Tribunal UNCLOS LCS pada 2016. Negara yang selama ini menolak klaim Sembilan Garis Putus-Putus, termasuk Indonesia perlu menyampaikan sikap yang kritis dan protes terhadap UU ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement