Senin 25 Jan 2021 10:20 WIB

Tren Bisnis Handsfree di Era Covid-19

New normal menjadi sangat penting terkait dengan pandemi covid-19 ini.

Warga negara asing melintas di dekat mural bergambar perempuan menggunakan masker di Badung, Bali, Minggu (24/1/2021). Jumlah kasus positif COVID-19 di Bali meningkat saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Foto:

Tren Bisnis “Handsfree”

Covid-19 berdampak signifikan. Fenomena yang terjadi sekarang adalah, orang tidak mau saling bersentuhan. Selama vaksin belum terbukti dapat melindungi dan meningkatkan antibodi manusia, maka cara hidup dan perilaku manusia khususnya ketika terlibat dengan penanganan produk dan bisnis akan berubah.

Pasti banyak orang yang akan menolak untuk menyentuh atau disentuh. Hanya dalam hitungan bulan, orang-orang di seluruh dunia takut untuk menyentuh atau disentuh. Ketika semua hal menjadi berubah, maka manusia harus tetap bertahan hidup dengan cara harus tetap kreatif dan inovatif. 

Dunia bisnis harus mengakui akanada perubahan drastis dan jangka panjang yang akan diciptakan para pelaku bisnis untuk menyesuaikan diri di era Covid-19 ini. Untuk menghadapi gempuran Covid-19, kalangan pebisnis sudah pasti memperluas penawaran produk atau layanan, mempelajari cara-cara baru untuk menampilkan secara virtual, atau mengubah toko di dunia nyata menjadi toko online, sambil mempelajari berbagai strategi pemasaran yang akan mempertahankan dan menarik pelanggan, bahkan pasca-Covid nanti. Tapi ini tidak cukup.

Dunia akan menjadi “handsfree”, ya betul “bebas genggam”,maksudnya adalah pengiriman produk dan layanan sepenuhnya tanpa kontak fisik manusia dalam bentuk apa pun. Ini bisa berlaku di semua bidang pekerjaan. Dengan kata lain “kita tidak akan menyentuh dan tidak ingin disentuh”. Sejumlah hotel dan restoranbahkan warung-warung kecil sudah menjalankan prosedur kesehatan Covid-19. Mereka menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa masker dan sarung tangan, beberapa restoran juga merenovasi ruangan agar sirkulasi udara lebih baik. Tapi itu tidak cukup.

Kehidupan menjadi begitu sulit. Bahkan selama satu semester ini Saya tidak pernah mengajar secara langsung bertemu secara tatap muka dengan para mahasiswa Saya. Semua kenyataan yang biasa kita lakukan seakan-akan hilang begitu saja, dan digantikan dengan kenyataan baru yang terkadang kita pikir tidak masuk akal tapi itu terjadi.

Apalagi jika kita kehilangan pekerjaan. Ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Sebagian bangkit dan memulai usaha di bidang teknologi dan entrepreneur, sebagian lainnya masih merenungi nasib. Ada baiknya karyawan yang diputus kerja, mencoba bisnis yang berkaitan dengan “handsfree”. Mau bidang apa saja, semua konsumen menanyakan apakah produk yang dijual “handsfree” apakah steril produknya, apakah bersih, dan yang terpenting bebas Covid.

Sekarang, kita mengganti cara hidup kita menjadi “bebas genggam” (handsfree). Bisakah kita? Mampukah? Akan terbiasakah? Kita punya tangan tapi tak bisa menggenggam atau bersentuhan langsung dengan produk, pekerjaan secara umum dan pelayanan bisnis kita.

Sebagai contoh. Jepang memiliki jaringan restoran bernama "Ichiran", yang disebut "tempat makan dengan interaksi rendah". Pelanggan memesan makanan dengan sedikit mungkin terkoneksi antarmanusia. Melalui contoh ini, kita bisa aplikasikan ke banyak bisnis yang bisa meminimalisir penggunaan tangan dan kontak antarmanusia.

Konsep handsfree bisa diterapkan baik di kedai kopi, warung-warung pinggir jalan, penjaja makanan gerobak dorong yang mungkin menjadi mata rantai penyebaran virus. Kita tidak menutup mata, para pedagang jalanan masih menggunakan tangan mereka secara langsung tanpa pelindung ketika mengambil makanan dan menaruhnya di kotak makanan konsumen.

Konsep handsfree ini ke depannya akan dipergunakan juga dalam bisnis pariwisata, perhotelan, jasa transportasi, layanan publik bahkan sangat mungkinmassage akan diganti dengan robot massage, atau pijat air dan lain-lain. 

Oleh karena itu, kita harus pandai membaca peluang pasar dan menganalisis apa yang diinginkan pelanggan. Sekarang ini industri pariwisata sedang mengalami masa keterpurukan. Mereka berusaha menyesuaikan dengan kondisi sekarang ini. Beberapa pelaku bisnis wisata memastikan protokol kesehatan dan verivikasi implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Clean, Health, and Safety (CHS).

Banyak pelaku bisnis pariwisata mengganti bisnisnya dari wisata indoor menjadi outdoor. Untuk ke depannya, wisata alam akan menjadi destinasi pilihan utama bagi konsumen. Salah satu perubahan drastis ke depannya adalah “touchless tourism” (pariwisata tanpa sentuhan.Ada penawaran-penawaran layanan wisata yang menawarkan pengalaman kursi berlengan dan ber-screenyang memungkinkan kita untuk menikmati destinasi langsung dari kenyamanan rumah kita sendiri, sekaligus menginspirasi dalam menciptakan ide-ide bisnis baru yang futuristik.

Selain Jepang, di Negara Bagian New York, banyak perusahaan-perusahaan menawarkan aplikasi yang bisa dimainkan di rumah, penawaran acara online, tur virtual, webcam, dan acara streaming langsung. Bahkan ada program tur 360 derajat ke Wild Center atau Corning Museum of Glass, mengunjungi hewan-hewan di kebun binatang, menjelajahi koleksi seni kelas dunia, atau mempraktikkan pernapasan di kelas yoga semuanya streaming langsung. Mereka menikmati semua program hanya dari sofa mereka.

Sebenarnya di Indonesia pun sebelum ada Covid-19 sudah ada layanan go-food, go-jek, go-car, go-saloon, go-massage, go-cleandan lainnya, ya, tapi masih tidak handsfree alias masih melibatkan tangan. Artinya, mata rantai Covid masih akan terus bertambah.

Tren “Workstation”

Pasca-Covid-19, akan ada “budaya kerja baru”. Perusahaan-perusahaan akan membuat semacam workstation di rumah masing-masing karyawan mereka. Sangat penting untuk memfasilitasi karyawan untuk tetap produktif di masa pandemik dan pasca pandemik. Misalnya bisa jadi pengadaan infrastuktur kerja jarak jauh, fasilitas podcast atau webcast, karena sekarang ini tiada hari tanpa Ipod dan webfeed. Pengaturan ruang kerja “touchless” di kantor-kantor semakin disukai. Jika fasilitas tidak segera disediakan maka pekerja akan mendapatkan banyak alasan untuk mangkir dalam bekerja. Seperti sekarang, orang pikir “work from home” adalah bekerja tapi semaunya, atau diam di rumah alias tidak mengerjakan pekerjaan kantor.Mungkin sudah waktunya bagi perusahaan atau organisasi untuk mengalokasikan sumber daya dan anggaran untuk workstation di rumah karyawan.

Organisasi juga harus mulai berinvestasi untuk kesehatan karyawan. Mungkin sudah waktunya untuk memberi mereka fasilitas gratis seperti konsultasi dokter gratis, vitamin gratis, kuota internet unlimited, bantuan makanan yang diantarkan ke rumah karyawan, pelatih kebugaran online, sepedaagar tetap bugar dan sehat secara mental dan fisik. Untuk mewujudkan ini, pastinya organisasi harus bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang mempunyai program CSR (Corporate Social Responsibility). Memang ini kelihatannya usulan yang sulit diaplikasikan. Tapi jika Covid makin mengganas, maka mau tidak mau usulan ini akan dipikirkan dan dilakukan.Perubahan budaya kantor tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan diri karyawan tetapi juga dapat memicu kreativitas yang dapat membuahkan hasil signifikan.

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement