Ahad 24 Jan 2021 18:04 WIB

Kebijakan Quantitative Easing BI Bantu Jaga Likuiditas BRI

Likuiditas itu BRI manfaatkan untuk pertumbuhan kredit dan memberi surat berharga.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Bank Rakyat Indonesia (BRI). PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk menyatakan, kebijakan Quantitative Easing (QE) Bank Indonesia (BI) sepanjang 2020 telah memberikan pengaruh positif terhadap kondisi likuiditas BRI.
Foto: Antara
Logo Bank Rakyat Indonesia (BRI). PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk menyatakan, kebijakan Quantitative Easing (QE) Bank Indonesia (BI) sepanjang 2020 telah memberikan pengaruh positif terhadap kondisi likuiditas BRI.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk menyatakan, kebijakan Quantitative Easing (QE) Bank Indonesia (BI) sepanjang 2020 telah memberikan pengaruh positif terhadap kondisi likuiditas BRI. Khususnya melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dan ekspansi moneter.

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza menyebutkan, likuiditas BRI yang terjaga tersebut dioptimalisasikan untuk mendukung pertumbuhan kredit. Selain juga dimanfaatkan untuk membeli surat berharga di pasar primer dan sekunder.

Baca Juga

"Selain itu, likuiditas tersebut kami manfaatkan untuk transaksi operasi moneter dengan BI untuk aktif dalam pendalaman pasar keuangan," ujar Aestika saat dihubungi Republika pada Ahad (24/1).

Aestika menilai, kondisi likuiditas masih akan tetap terjaga sepanjang tahun ini, tecermin dari likuiditas perbankan yang berada level memadai dengan tren meningkat. Merujuk pada data Oktober 2020, Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan sebesar 83,07 persen dan LDR BRI sebesar 83,31 persen.

Beberapa strategi telah disiapkan BRI untuk mengoptimalisasi likuiditas 2021. Di antaranya dengan tetap memperhatikan pertumbuhan simpanan dan pinjaman. "Khususnya fokus terhadap pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)," kata Aestika.

Selain itu, untuk menjaga likuiditas, BRI selalu menyediakan ruang pendanaan non Dana Pihak Ketiga (DPK) seperti penerbitan obligasi. Kebijakan ini dengan tetap mempertimbangkan kondisi likuiditas dan pasar.

Hasil pendanaan Non DPK tersebut akan semakin memperkuat struktur liabilitas dan meningkatkan net stable funding ratio. Selain itu, turut menjaga likuiditas dan menyiapkan sumber alternatif pendanaan.

"Sehingga, dampaknya nanti adalah pertumbuhan ekspansi kredit bisa lebih baik lagi pada 2021 dengan tetap berdasarkan prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik," ujar Aestika.

Sebelumnya, pada Kamis (21/1), Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, bank sentral telah menginjeksi likuiditas ke perbankan sebanyak Rp 726,57 triliun sepanjang tahun lalu. Sekitar Rp 155 triliun di antaranya bersumber dari penurunan GWM dan ekspansi moneter sekitar Rp 555,77 triliun.

Kebijakan QE akan terus berlanjut pada tahun ini. Hingga Selasa (19/1), BI telah melakukan ekspansi moneter hingga Rp 7,44 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement