Pada era otonomi daerah seperti ini, kata Huda, penyelenggaraan SMA dan SMK negeri di bawah kewenangan dari Pemprov. Mereka mempunyai otoritas untuk mengatur arah kebijakan sekolah, distribusi guru, hingga kebijakan anggaran.
Kendati demikian harusnya kebijakan-kebijakan tersebut tetap mengacu pada nilai-nilai dasar pilar bernegara, yakni UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
"Tidak benar jika atas nama otonomi daerah, suatu wilayah mempunyai kebebasan termasuk unit penyelenggaraan pendidikan membuat aturan yang secara prinsip bertentangan dengan nilai dasar-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara," ujar Huda.
Fenomena ini harus menjadi perhatian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Agar menyiapkan kebijakan antisipatif baik melalui kurikulum maupun pembinaan SDM, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mudah terpapar cara pandang keagamaan yang intoleran.
“Dalam upaya merekrut tenaga dosen atau guru misalnya harus ada screening yang ketat mengenai rekam jejak mereka. Pun demikian, dalam aktivitas belajar mengajar maupun kegiatan ekstra kulikuler jangan sampai ada materi-materi yang disisipi nilai-nilai intoleran,” ujar Huda.