Rabu 20 Jan 2021 20:01 WIB

Al-Iman

Seorang mukmin berbeda standar dengan seorang Muslim.

Al-Iman. Ilustrasi.
Foto: EPA/MIKE NELSON
Al-Iman. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Iman, berasal dari kata kerja ‘aamana’ (أمن) — yukminu’ (يؤمن) bermakna tepercaya, baik lahir atau batinnya. Seorang mukmin berbeda standar dengan seorang Muslim.

Hal ini dilihat dari aspek pemanfaatan fasilitas diri secara intrumental bahwa pernyataan kemukminan itu berbeda dengan pernyataan kemusliman. Gambaran kedua perbedaan itu, ditunjukan oleh QS al-Hujurat ayat 14.

Baca Juga

۞قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِي قُلُوبِكُمۡۖ وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيۡ‍ًٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ١٤

Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ´kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat itu secara kebahasaan menunjukkan bahwa standar keislaman itu bersifat formal lahiriyah, sedangkan standar keimanan bersifat batiniyah. Bagaimana penyatuan diantara tuntutan lahiriyah dengan batiniyah itu terjadi secara benar, dan sebagai wujud hakiki beragama Islam yang sebenarnya.

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement