Rabu 20 Jan 2021 13:31 WIB
...

Jejak Senyuman dan Tatapan Sang Pangeran Cendana

Kami tak diizinkan untuk sekadar melongok sel Tommy Soeharto dan Bob Hasan.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Jurnalis Republika Rusdy Nurdiansyah saat menjelajah Nusakambangan.
Foto:

Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Republika

***

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dengan hukuman 15 tahun penjara pada 26 Juli 2002. Putra bungsu penguasa Indonesia selama 32 tahun itu didakwa karena terlibat kasus pembunuhan Hakim Agung Syarifuddin Kartasasmita, kepemilikan senjata api ilegal dan bahan peledak, serta menghindari penahanan dalam kasus korupsi ruilslag (tukar-guling) Gedung Goro.

Pria kelahiran 15 Juli 1962 itu resmi mendekam di LP Cipinang pada 3 Agustus 2002. Ia menjalani tiga pekan pertamanya di sel yang cukup mewah Blok H di Lapas Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur (Jaktim). Untuk menghindar dari sorotan publik, Tommy kemudian dipindah ke LP Batu, Nusakambangan, pada 16 Agustus 2002.

Rumor beredar. Tak jauh berbeda kondisi ruang tahanan mewah yang ditempati pemilik bisnis Group Humpuss ini di LP Cipinang Jakarta dengan di LP Batu Nusakambangan, Tommy menyulap ruangan selnya berukuran 4x5 yang cukup mewah, dilapisi karpet dan dilengkapi tempat tidur busa, sofa, lemari, televisi, kulkas, peralatan makan, dan pendingin udara (AC) serta kamar mandi dengan shower. Bahkan Tommy, sering diizinkan bepergian ke Jakarta dengan alasan berobat.

Pada 17 November 2003, pertengahan Ramadhan, aku mendapat tugas mengikuti rombongan pengajian Az-Zikra Arifin Ilham yang akan memberikan bimbingan rohani ke para tahanan di LP Batu, Nuskambangan, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng). "Ruz, loe ditugasi ke LP Batu, ikut rombongan pengajian Az-Zikra Arifin Ilham ya. Reporternya Bowo," ujar redaktur foto, Bachtiar Phada.

"Siap!" ucapku.

Aku dan Bowo kemudian diberi penugasan selain meliput kegiatan pengajian Az-Zikra Arifin Ilham. Ada misi khusus untuk mewawancarai Tommy dan Bob Hasan serta  menggambarkan suasana ruang tahanan Tommy. Bagiku, liputan ke Nusakambangan merupakan yang kedua kalinya.

photo
Rusdy Nurdiansyah di Nusakambangan. - (Ist).

 

Sebelumnya, aku pernah mendapat tugas liputan kegiatan pembaretan Kopassus dan wawancara Bob Hasan pada 3 Maret 2002. Saat itu, aku bersama LHK sempat menyeberang ke Pulau Nusakambangan di malam hari. (Baca Juga: Menembus Gerimis Malam Menuju ke Pulau Kematian)

Bob Hasan merupakan pengusaha yang juga orang dekat mantan Presiden Soeharto. Ia dihukum dua tahun penjara karena kasus korupsi. Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini adalah narapidana dengan hukuman terendah dan menjadi koruptor pertama penghuni LP Batu Nusakambangan.

Pulau Nusakambangan lebih dikenal sebagai tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (LP) berkeamanan tinggi (maksimum security) yakni LP Batu, LP Besi, LP Kembang Kuning, dan LP Permisan. Secara geografis, pulau yang dijuluki Pulau Kematian karena kerap dijadikan tempat eksekusi terdakwa pidana mati ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Cilacap, Jateng. Ia tercatat dalam daftar pulau terluar Indonesia, menghadap langsung ke Samudera Hindia dengan pantai berkarang dan berombak besar.

Penghuni pulau hanya para narapidana dan pegawai LP beserta keluarganya yang otoritasnya di bawah pengawasan Kementerian Kehakiman dan HAM serta Pemerintah Kabupaten Cilacap. Untuk memasuki pulau itu, tentu tak sembarang orang, karena harus mengantongi izin dari Ditjen Lapas Kementerian Hukum dan HAM.

Pada pukul 10.00 WIB, setelah mendapat izin, kami dan rombongan pengajian Az-Zikra Arifin Ilham menaiki kapal feri yang cukup mewah dan besar, seperti kapal wisata dari dermaga Wijayapura yang juga terlihat lebih besar, tertata, dan bersih. Jauh berubah dibandingkan saat aku meliput pada 2002. Kala itu kapal feri kecil dengan kapasitas terbatas serta dermaganya juga kecil dan tak terawat.

Hanya butuh waktu 30 menit, kami dan rombongan tiba di dermaga Sodong Pulau Nusakambangan yang juga mengalami perubahan. Lebih besar, tertata dan bersih. Pos pejagaannya juga cukup besar dan Gapura Selamat Datang Nusakambangan terpampang mentereng. Ada empat bus dan 10 motor trail dalam kondisi masih anyar terparkir rapi. Satu bus dipersiapkan mengantarkan kami ke LP Batu yang hanya berjarak 5,9 km.

Orang-orang yang menyambut kami di dermaga Sodong tak asing bagiku, dua di antaranya yang aku kenal yakni komentator bola, Andi Darussalam dan Leman. Aku sempatkan menyapa keduanya yang dibalas cukup ramah. "Selamat datang, kita ketemu lagi," ucap Leman.

Aku lumayan kaget, sepanjang perjalanan menuju LP Batu, jalan beraspal hotmix sangat mulus, kanan-kiri jalan pohon-pohon tertata dengan rapi. Perubahan lainnya yang mencolok, saat tiba di LP Batu yang hanya ditempuh selama tujuh menit, aku melihat ada lapangan tenis dan helipad (tempat pendaratan helikopter), yang sebelumnya tidak ada.

Perubahan lainnya, gedung tua LP Batu yang dulunya kusam tak terawat, tampak bersih dengan dominasi cat berwarna putih dengan kombinasi garis hitam. Di depan pintu gerbang terdapat taman dengan gemericik air kolam ikan yang sangat terawat. Suasana teduh dan sangat nyaman untuk duduk-duduk di beberapa saung yang tersedia. Seperti mengunjungi tempat wisata.

***

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement